Oleh:
Putu Eka Krisnayani
Salah satu
tujuan pendidikan nasional adalah peningkatan mutu pendidikan nasional yang
memerlukan peran serta dari segala pihak. Mutu pendidikan juga merupakan
sasaran yang ingin dicapai oleh MBS. Pendidikan yang bermutu mengacu pada
keseimbangan antara input, proses, dan output. Salah satu input yang perlu
mendapat perhatian adalah tenaga pendidik. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah
membuat sebuah program untuk meningkatkan kualitas profesionalisme tenaga
pendidik dalam hal ini guru. Program tersebut adalah PLPG. PLPG adalah upaya
yang dilaksanakan oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan
Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMP-PMP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai
usaha peningkatan mutu pendidikan agar guru-guru di Indonesia nantinya dapat
memiliki kompetensi yang sesuai dengan standar yang ditetapkan sehingga dapat
mendidik siswanya hingga mampu bersaing secara nasional maupun internasional. Dengan
adanya PLPG diharapkan guru nantinya dapat meninggalkan cara mengajar
konvensional yang ada dan dapat menggunakan cara mengajar yang terbaru sesuai
dengan kebutuhan peserta didik masa kini.
Guru-guru selaku peserta PLPG
harus mengikuti pelatihan 90 jam. Ini biasanya dilaksanakan selama 10 hari
dengan jadwal pelatihan pagi hingga sore hari. Mereka mendapat
beberapa materi yang biasanya
dengan nara sumber berbeda setiap harinya. Berdasarkan pedoman PLPG, dosen adalah nara sumber yang
wajib menyajikan materi. Pendidikan dan Latihan Profesi Guru pada
prisipnya mendidik dan melatih guru agar dapat memperbaharui cara mengajarnya
sehingga dapat menyesuaikan perkembangan zaman saat ini. PLPG juga akan
memberikan wawasan baru sehingga seorang guru mampu menyandang gelar
profesional. Jadi setelah PLPG maka tidak ada lagi yang namanya guru setengah
hati, yang ada adalah guru yang mau berbuat sesuai dengan paradigma masa kini dalam
mengupayakan yang terbaik untuk peserta didiknya serta memegang tanggung jawab
penuh akan tugas guru dan keguruannya.
Harapan-harapan pemerintah
untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia memang sudah tersalurkan
melalui program PLPG ini. Namun ternyata penyelenggaraan PLPG tidak terlepas dari
dampak negatif. Salah satu akibat dari penyelenggaraan program ini berdampak
pada stresnya peserta PLPG yang mungkin sudah berusia dan tidak selalu dalam
kondisi prima serta mendapat berbagai tugas yang menuntut
mereka kerja lembur. Guru diwajibkan menyiapkan Rencana Pembelajaran yang
dilengkapi dengan perangkatnya (misalnya media, lembar kerja siswa, lembar
evaluasi, dan lain-lain) dan akan melakukan “peer teaching” atau praktek
mengajar
di depan guru-guru lain yang mungkin sedang agak panik menunggu giliran tetapi terpaksa
harus berpura-pura menjadi siswa. Situasi ini lebih berefek pada kepanikan, kekhawatiran, dan
bukan belajar secara lebih menyenangkan. Dalam PLPG, para guru datang dengan
permasalahan yang berbeda, dengan kondisi kelas, siswa dan sekolah yang juga
berbeda-beda. Guru yang hanya dilatih dengan suatu metode baru dan telah tampil
mengajar di hadapan teman-temannya dan telah mendapatkan kritik, mereka akan
pulang di sekolahnya tanpa membawa perubahan dan dampak pada siswa-siswanya.
Tidak jarang siswa bahkan
menjadi korban karena telah ditinggalkan oleh gurunya mengikuti PLPG, para guru
juga harus mengeluarkan uangnya untuk mencari tempat tinggal selama pelatihan
yang kira-kira 10 hari tersebut. Dan lebih celaka lagi ketika banyak guru dari
sekolah tersebut mengikuti PLPG dalam waktu bersamaan, mahasiswa juga
kadang-kadang menjadi korban, karena dosen harus menjadi fasilitator di acara
PLPG.
Bukan rahasia lagi, akibat
latar belakang studi guru atau perkembangan pembelajaran dan teknologi, guru
harus mengajarkan sesuatu yang belum dia kuasai. Mereka pun dituntut mengajar
dengan cara yang berbeda dari apa yang pernah dialaminya. Tidak jarang dosen
mengeluhkan, apakah guru ini layak lulus? Sebaliknya, tidak jarang pula terdengar
komentar peserta bahwa dosen mengajarkan model-model pengajaran inovatif dengan
cara tidak inovatif. Semua ini memberi keraguan bahwa proses belajar terjadi
secara optimal.
Belajar atau memahami sesuatu
memerlukan suasana hati menyenangkan, diperlukan waktu yang tidak singkat, dan
metode yang mengakomodasi kemampuan peserta yang berbeda-beda. Artinya
pengajaran secara seragam kurang dapat membantu guru tersebut belajar. Belajar
akan efektif jika dia mempelajari yang dia butuhkan. Belajar dalam kondisi yang
lelah dan dengan penuh kekhawatiran bisa tidak menghasilkan apa-apa.
Jadi dapat dikatakan bahwa, PLPG menghabiskan
anggaran yang cukup besar bisa saja hanya menjadi program yang berbasis proyek
yang hanya hadir atas dasar keputusan politik yang berkaitan dengan penggunaan
anggaran dana pendidikan secara tidak efisien, menguntungkan sejumlah pihak
tetapi pada dasarnya tidak berkontribusi secara signifikan untuk kemajuan
pendidikan di Indonesia. Jika pemerintah serius mau meningkatkan kualitas pendidikan
Indonesia melalui peningkatan mutu gurunya, pelaksanaan PLPG ini seharusnya
dibarengi penelitian dengan metodologi yang dapat dipertanggungjawabkan ke
publik. Jika ini hanya dilaksanakan sebagai rutinitas penggunaan anggaran
negara tanpa evalusi yang jelas dan transparan, PLPG tidak
memberi harapan untuk perbaikan kualitas guru
atau kualitas pendidikan Indonesia. Dengan kata lain, dibandingkan dengan pengeluaran dana yang
besar oleh pemerintah, PLPG tidak berarti apa-apa.
Walaupun program yang dibuat
pemerintah masih banyak dampak negatifnya, setidaknya pemerintah sudah
melakukan upaya untuk meningkatkan profesionalisme tenaga pendidik. Namun semua
itu kembali lagi kepada individu tersebut. Jika dari dalam diri individu
tersebut tidak menghendaki adanya perubahan maka mutu pendidikan di Indonesia
tidak akan meningkat sesuai dengan harapan. Jadi disini diperlukan kesadaran
masing-masing individu untuk selalu meningkatkan profesionalismenya sebagai
tenaga pendidik. Hal yang perlu dicermati untuk meningkatkan profesionalisme
tenaga pendidik, yaitu senantiasa belajar dan meningkatkan diri. Berikut adalah beberapa cara
guru meningkatkan kompetensinya sendiri.
a. Pertama, lakukan kegiatan
peningkatan kompetensi dengan banyak cara dan metode.
Seperti
yang kita ketahui bersama bahwa belajar bisa kapan saja, dimana saja dan dari
siapa saja. Guru belajar lagi itu merupakan sebuah keharusan. Guru dapat
belajar dari siapa saja yang penting ilmunya bertambah, misalkan saja belajar
dari guru
senior, guru junior, murid sendiri, atau dari kepala sekolah. Belajar tidak
dilakukan sekali atau dua kali, kegiatan menambah ilmu ini harus dilakukan
secara rutin walaupun hanya sejam.
b. Kedua, singkirkan
alasan-alasan, perbanyak sebab.
Alasan
selalu benar, namun mencari pemecahan masalah itu yang sulit. Guru harus memiliki
kesadaran bahwa dalam masa jabatannya beliau harus terus meningkatkan
kompetensinya. Memang
pernah ada suatu masa penataran/seminar/workshop jadi ajang mencari sertifikat,
apapun temanya mau nyambung atau tidak dengan bidang si guru akan diikuti
sepanjang ada sertifikatnya. Sebaiknya hal tersebut ditinggalkan saja. Sekarang
sudah bukan jamannya lagi ada
sertifikat baru mau belajar.
c. Ketiga, mengadakan pelatihan rutin.
Cara
lain yang dapat dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan profesionalisme
guru adalah melakukan pelatihan bagi guru-guru di sekolahnya. Kepala sekolah
dapat melakukan curah pendapat dengan guru-guru di sekolah yang bersangkutan. Pemilihan topik oleh
guru-guru dimaksudkan agar mereka senang dan semangat mengikuti pelatihan.Jika
sudah mendapat kesepakatan, tugas kepala sekolah adalah mencari pembicara atau
orang yang ahli dalam bidang tersebut. Pembicara dapat berasal dari guru yang
berasal dari sekolahnya sendiri, bisa juga dari luar yang berkompeten.
Pembicara tidak harus memiliki gelar akademis yang tinggi, namun carilah pembicara
yang bisa mengajarkan pengetahuan dan mengajarkannya secara aplikatif. Niscaya
guru akan mengajar dengan cara yang baru karena guru haus akan tips dan trik
terbaru dalam mengajar.
d.
Keempat, gunakan sosial media.
Sekarang sudah banyak orang
yang memiliki social media, contohnya saja facebook. Dari anak kecil hingga
dewasa memiliki akun facebook. Hanya saja mereka tidak menggunakan sosial media
ini dengan baik. Menggunakan sosial media untuk peningkatan kompetensi guru
pasti dapat dilakukan. Banyak sekali cara meningkatkan diri lewat sosial media,
misalnya saja dengan bergabung di halaman Facebook organisasi guru, di sana ada
banyak diskusi yang mencerahkan soal pendidikan. Di twitter ada obrolan twitedu
dan gurutalk yang temanya berganti setiap minggu. Disana banyak pendidik dari
seluruh Indonesia berbincang dan berdiskusi. Jika anda sudah memiliki akun di
twitter ikutilah orang yang cocok untuk peningkatan kompetensi yang anda
butuhkan, cobalah untuk berinteraksi dengan mereka. Mereka akan menjawab dan
dengan senang hati berbagi pengetahuan.
Oleh karena
itu, upaya peningkatan mutu pada tingkat satuan pendidikan bukanlah suatu
pekerjaan mudah dan dapat dicapai dalam satu kali program. Mutu pendidikan
dapat dicapai secara bertahap, direncanakan, dilaksanakan secara
sungguh-sungguh oleh semua pihak baik pemerintah maupun peranan pelaksana
pendidikan tersebut.
PENILAIAN
No.
|
Aspek
|
Bobot
|
Skor
|
Jumlah
|
1.
|
Originalitas ide/gagasan
|
2
|
|
|
2.
|
Pilihan kata/diksi
|
1
|
|
|
3.
|
Keruntutan kalimat
|
1
|
|
|
4.
|
Kesesuaian topik/judul dengan isi
|
2
|
|
|
5.
|
Kerapian dan ketepatan tanda baca serta pengetikan.
|
1
|
|
|
Total
|
|
NB:
Rentangan
skor: 0 – 100
Singaraja, 2012
Penilai,
I
Gede Astawan, S.Pd, M.Pd
bandar togel
ReplyDelete.
Ayo segera
Agen TOGEL 4DPOIN,Online Terpercaya.
Minimal Deposit Dan Withdraw 20.000
Keterangan Lebih Lanjut, Anda Bisa Hubungi Disini.
★ Pin BBM : D1A279B6
★ Pin BBM : 7B83E334
★ Whatsapp : +85598291698
★ Skype : Poin.4D
★ Line : +85598291698
Bodoh kali Anda komen tidak patas seperti itu, malah iklan hal bodoh pula
Delete