BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Indonesia
memperoleh kemerdekaan dalam waktu yang lama. Banyak para pahlawan yang gugur
demi mempertahankan bumi pertiwi tercinta. Mereka mengorbankan seluruh jiwa dan
raga untuk mengejar sebuah kata merdeka. Sebelum tahun 1908, telah banyak
bangsa lain yang ingin menjajah dan menguasai Indonesia. Mereka banyak memeras,
menindas, dan merampas hak-hak rakyat Nusantara. Banyak perlawanan dari
pahlawan-pahlawan kita yang masih bersifat kedaerahan. Muncul banyak
tokoh-tokoh yang memegang andil besar dalam perlawanan terhadap penjajahan yang
bangsa lain lakukan.
Tugas
kita sebagai penerus bangsa adalah mempertahankan kemerdekaan ini, tetap
menjaga semangat perjuangan dan mempertahankan kebudayaan nenek moyang kita. Namun
di jaman globalisasi sekarang ini, semangat generasi muda penerus bangsa kian
menurun dan sangat memprihatinkan. Melihat akan gigihnya para pejuang daerah
kita terdahulu, harusnya para pemuda merasa malu. Semestinya para pemuda
generasi baru harus bisa melanjutkan perjuangan para pendahulu yang rela
berkorban tanpa jasa dan berani memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Sebagai
generasi muda seharusnya dapat melanjutkan tonggak harapan ini untuk mengisi
kemerdekaan dengan cara meningkatkan akhlak.
Jadi
untuk mengingatkan kembali perjuangan pahlawan kita terdahulu, penulis menyusun
makalah ini dengan judul “Perjuangan
sebelum Kebangkitan Nasional (sebelum 1908)”
1.2
Perumusan
Masalah
1.
Bagaimana perjuangan rakyat daerah di
Indonesia melawan penjajahan bangsa Portugis?
2.
Bagaimana perjuangan pahlawan-pahlawan kita
dalam menentang penjajahan Belanda?
3.
Apa
saja kelemahan dari perjuangan bangsa Indonesia?
1.3
Tujuan
Tujuan dari penyusun makalah ini
antara lain:
1. Untuk
memenuhi tugas mata kuliah konsep dasar IPS
2. Untuk
menambah pengetahuan tentang sejarah perjuangan bangsa melawan penjajah Portugis.
3. Untuk
menambah pengetahuan tentang sejarah perjuangan bangsa menentang penjajah Belanda.
4. Untuk mengidentifikasi kelemahan dari perjuangan bangsa
Indonesia.
1.4 Manfaat
Manfaat yang didapat dari makalah
ini adalah:
1. Mahasiswa
dapat menambah pengetahuan tentang sejarah perjuangan bangsa melawan penjajah Portugis.
2. Mahasiswa
dapat menambah pengetahuan tentang sejarah perjuangan bangsa menentang penjajah
Belanda.
3. Mahasiswa dapat menambah pengetahuan tentang kelemahan
dari perjuangan bangsa Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perjuangan melawan penjajah
portugis
Perjuangan bangsa Indonesia terhadap penjajah hampir
dilakukan di seluruh wilayah Nusantara terutama di daerah yang menjadi pusat
kekuasaan penjajah. Perjuangan melawan portugis dilakukan oleh rakyat Malaka,
Johor, Aceh, Maluku, Demak, dan Sunda Kelapa
a) Perjuangan
Rakyat Malaka
Pada tahun 1511 rakyat Malaka dibawah pimpinan
Sultan Mahmud Syah I melakukan perlawanan terhadap pendudukan portugis. Namun
akhirnya portugis dapat mendesak pasukan Malaka sehingga mereka terpaksa
menyingkir ke pulau Bintan. Malaka akhirnya jatuh ke portugis tahun 1511. Pada
tahun 1526 pulau Bintan diserbu oleh portugis. Sultan Mahmud Syah I kemudian lari ke Kampar
hingga wafatnya pada tahun 1528.
b) Perjuangan
Rakyat Johor
Pimpinan Alauddin Ri’ayat Syah II, putra dari Sultan
Mahmud Syah I, rakyat Johor melakukan perlawanan terhadap Portugis mulai tahun
1530. Perjuangan ini kemudian dilanjutkan oleh Abdul Jalil Syah I (1580-1597)
yang dapat menangkis serangan Portugis.
c) Perjuangan
Rakyat Demak
Dibawah pimpinan Dipati Unus pasukan Demak (Jawa
Tengah) pada tahun 1512-1523 melakukan perlawanan terhadap Portugis. Dengan
dibantu oleh armada Aceh, Palembang, dan Bintan, Dipati Unus berusaha merebut
kembali Malaka dari kekuasaan Portugis, namun tidak berhasil.
d) Perjuangan
Rakyat Maluku
Portugis mampu menaklukan Malaka pada tahun 1511,
Portugis kemudian menuju ke Maluku utara yang merupakan pusat rempah-rempah.
Pada tahun 1912 Portugis melakukan hubungan dagang dengan Sultan Hairun dari Ternate
ternyata sikap Portugis berusaha memonopoli perdagangan, memeras dan menindas
rakyat, dan juga melakukan penyebaran agama Kristen secara paksa terhadap
penduduk Maluku utara mendorong rakyat Maluku melakukan perlawanan. Pada pimpinan
Sultan Hairun rakyat Ternate melakukan perlawanan terhadap Portugis mulai tahun
1550. Dengan mengadakan perundingan damai, Portugis menipu dan membunuh Sultan
Hairun sehingga membuat rakyat Terante semakin marah. Perjuangan rakyat Ternate
kemudian diteruskan oleh Sultan Baabullah, putra Sultan Hairun. Dibawah
pimpinan Sultan Baabullah, rakyat Ternate, Tidore, dan Halmahera bersatu padu melawan Portugis pada
tahun 1570 sampai 1575. Pada tanggal 28 Desember 1577 rakyat Ternate berhasil
mengusir Portugis dari Ternate
e) Perjuangan
Rakyat Sunda Kelapa
Fatahilla atau Paletehan seorang ulama dari Demak
yang bertugas menyebarkan agama islam di Jawa Barat memimpin rakyat untuk
melakukan perlawanan terhadap Portugis. Pada tahun 1527 pasukan Fatahilla
menyerang orang-orang Portugis di Sunda Kelapa dan berhasil mengalahkannya.
Portugis akhirnya kembali ke Malaka. Nama Sunda Kelapa oleh Fatahilla kemudian
diganti dengan nama Jayakarta (disingkat menjadi Jakarta), yang berarti
kemenangan akhir. Setelah kemenangan itu, kemudian kerajaan Banten berdiri.
2.2
Perjuangan
Menentang
Penjajah
Belanda
Perjuangan bangsa menentang penjajah Belanda
menggunakan kekerasan senjata dimulai pada abad 17, abad ke 19 dan sampai awal
abad ke 20. Perjuangan menentang Belanda pada abad ke 16 antara lain dilakukan oleh
Sultan Agung dari Mataram (1613-1645), Sultan Hasanuddin dari kerajaan Gowa,
Sulawesi Selatan (sampai tahun 1667), Sultan Ageng Tirtayasa (1684), Sultan
Iskandar Muda dari Aceh (1635), Untung
Suropati dan Trunojoyo (1670), Ibnu Iskandar dari Minangkabau (1680). Sementara
itu mereka yang berjuang pada abad ke 19 antara lain:
a) Pattimura
dari Maluku (1817)
b) Pangeran
Diponegoro (1825-1830)
c) Imam
Bonjol dari Minagkabau (1822-1837)
d) Sultan
baddarudin dari Palembang ( 1817)
e) Pangeran
Antasari dari Kalimantan (1860)
f) Jelantik
dari Bali (1850)
g) Anak
Agung Made dari Lombok (1895)
h) Teuku
Umar, Teuku Cik Ditiro, Cut Nyak Dien dari Aceh (1673-1904)
i) Sisimangamaraja
dari Batak (1900)
Perjuangan yang dilakukan oleh Sultan agung dari
Mataram dan Sultan Hasanuddin dari Gowa Sulawesi Selatan membahas tentang
beberapa perjuangan kemerdekaan yaitu peperangan yang dilakukan oleh Pangeran
Diponegoro, perang Padri dan peperangan rakyat Aceh.
1.
Perang Diponegoro
Pangeran Diponegoro merupakan keluarga anggota
kerajaan di Yogyakarta namun ketika terjadi perselisihan diantara keluarga
kerajaan yang berkuasa yang juga turut dicampuri oleh Belanda ia bersama
neneknya pindah ke Tegalrejo sebuah desa dekat dengan Yogyakarta. Perang
Diponegoro terjadi diawali dengan persengketaan antara Belanda dan Pangeran
Diponegoro. Persengketaan terjadi ketika Belanda memasang tonggak-tonggak untuk
membuat jalan ke tanah Tegalrejo tanpa seijin Diponegoro sehingga
menimbulkan amarah pada Diponegoro dan rakyatnya.
Peristiwa yang terjadi pada 20 Juli 1825 itu ternyata tidak dapat diselesaikan
oleh kedua belah pihak. Karena perdamaian tidak tercapai,
Belanda kemudian melakukan serangan terhadap pasukan
Diponegoro. Maka mulai pecahlah perang yang dikenal dengan perang Diponegoro.
Pangeran Diponegoro mendapat dukungan yang
luas, baik dari rakyat petani, para pangeran dan juga dari para ulama.
Dalam perang itu 15 dari 29 pangeran dan 41 dari 88 bupati mendukung
Diponegoro. Seorang ulama besar yaitu Kyai Mojo bergabung dengan Diponegoro,
begitu juga turut bergabung Sentot Alibasiah Prawirodirdjo, seorang bangsawan
yang kemudian menjadi panglima utamanya. Perang Diponegoro banyak menimbulkan
kerugian bagi Belanda. Dari tahun 1825 sampai 1827 pasukan Diponegoro selalu
unggul dalam perang. Jendral de Kock pernah menawarkan perdamaian kepada
Diponegoro tetapi tidak mendapat tanggapan.
Mulai tanggal 1827 Belanda menggunakan taktik
“Benteng Stelsel” dalam menghadapi pasukan Diponegoro. Disetiap daerah
didirikan benteng yang berhubungan dengan benteng yang sebelumnya lewat
prasarana jalan, perbekalan, dan patrol yang teratur. Taktik ini bertujuan
untuk mempersempit ruang gerak pasukan Diponegoro dan taktik itu ternyata
membawa hasil dengan menyerahnya panglima perang Diponegoro dan pasukannya,
termasuk Sentot Alibasiah dan pangeran Mangkubumi.
Pasukan Diponegoro
mulai terdesak terutama setelah bertambahnya kekuatan pasukan Belanda dengan
datangnya pasukan dari daerah-daerah lain. Meningkatnya jumlah pemimpin pasukan
Diponegoro yang tertangkap oleh Belanda ternyata juga menyebabkan makin
lemahnya pasukan Diponegoro.
Usaha Belanda untuk
segera mengakhiri perang antara lain dilakukan dengan memberi pengumuman
pemberian hadiah 20.000 ringgit kepada siapapun yang dapat menangkap Dponegoro,
tetapi usaha ini tidak berhasil. Kemudian Belanda berusaha lagi untuk membujuk
Diponegoro guna mengadakan perundingan yang diadakan pada tanggal 28 Maret 1830
ternyata berakhir dengan kegagalan. Namun dengan siasat licik Jenderal de Kock,
kemudian Diponegoro ditangkap. Kegiatan perlawanan di daerah-daerah menjadi
menurun sejak awal 1830 dan menjadi semakin lemah dan akhirnya tidak berarti
lagi.
Pangeran Diponegoro
oleh Belanda kemudian dibawa ke Batavia dan selanjutnya pada tanggal 3 Mei 1830
ia diasingkan ke Menado. Pada tahun 1834 ia dipindahkan oleh Belanda ke
Ujungpandang sampai wafatnya pada tanggal 8 Januari 1855.
2.
Perang
Padri
Perang ini terjadi di Minangkabau Sumatera Barat. Bermula
dari pertentangan dua pihak dalam masyarakat, yakni antara kaum Padri dengan kaum
adat. Kaum Padri atau kaum ulama melakukan gerakan untuk memperbaiki keadaan
masyarakat Minangkabau dengan cara mengembalikan kepada ajaran Islam yang
murni, ternyata ini mendapat reaksi keras dari kaum adat yang ingin
mempertahankan kebiasaan mereka.
Perang saudara makin meluas dan keadaan ini dimanfaatkan
betul oleh Belanda, terutama sesudah kaum adat meminta bantuan kepada Belanda.
Langkah Belanda bukan saja untuk melawan kaum Padri, tetapi juga ditujukan
untuk menanamkan kekuasaannya di Minangkabau. Pada tanggal 18 Februari 1821
dimulailah perang Padri melawan Belanda.
Jalannya Perang Padri dibagi ke dalam tiga masa. Masa
pertama berlangsung antara 1821-1825 ditandai dengan meluasnya perlawanan
rakyat ke seluruh Minangkabau. Masa kedua antara 1825-1830 ditandai dengan
meredanya pertempuran, karena Belanda mengadakan perjanjian dengan kaum Padri
yang melemah, dan ketika pihak Belanda sedang memusatkan perhatiannya pada
perang Diponegoro di Jawa. Masa ketiga antara tahun 1830-1838, ditandai dengan
perlawanan Padri yang meningkat dan penyerbuan Belanda secara besar-besaran,
kemudian diakhiri dengan tertangkapnya para pemimpin Padri.
Dalam beberapa pertempuran pasukan Padri cukup kuat dan
banyak merugikan pihak Belanda. Kemudian pihak Belanda mengajak mengadakan
perundingan, yang isinya banyak menguntungkan pihak Belanda dan menunda waktu
guna memperkuat diri. Sementara pada tahun 1825 Belanda sedang menghadapi
kesulitan dengan adanya perang Diponegoro di Jawa. Kesempatan ini digunakan
oleh kaum Padri untuk melakukan perlawanan lagi, dan semakin meluas setelah
kekuatan Belanda di berbagai daerah pertempuran dirasakan lemah.
Salah satu kekuatan perlawanan kaum Padri terhadap
Belanda adalah di Bonjol yang dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol. Pasukannya
banyak melakukan serangan yang merugikan Belanda. Karena Belanda ingin segera
mengakhiri peperangan di Sumatera Barat dan ingin segera menguasainya, kemudian
Belanda mendatangkan bantuan pasukan dari Batavia. Dengan bantuan militer dari
Jawa ini pasukan Belanda bertambah kuat sehingga beberapa daerah yang dikuasai
kaum Padri dapat didudukinya.
Pada akhir tahun 1834 Belanda memusatkan kekuatannya
untuk menyerang Bonjol, setelah jalan-jalan yang menghubungkan Bonjol dengan
daerah pantai dikuasai Belanda dan ditutupnya jalan-jalan penghubung daerah
lain. Mulai tahun 1835 sebagian besar kekuatan militer Belanda diarahkan untuk
meruntuhkan kaum Padri di Bonjol, namun selama tahun 1936 kekuatan Padri masih
belum dapat dipatahkan sama sekali.
Pada bulan Oktober 1837 Belanda mengepung dan menyerang
benteng Bonjol, dan pada tanggal 25 Oktober 1837 Tuanku Imam Bonjol beserta
pasukannya menyerah kepada Belanda. Tuanku Imam Bonjol kemudian dibuang oleh
Belanda ke Cianjur Jawa Barat, kemudian dibuang lagi ke Ambon dan dipindahkan lagi
ke Menado. Ia meninggal disana pada tanggal 6 November 1864. Dan secara umum
perlawanan kaum Padri baru dapat dipatahkan pada akhir tahun 1838.
3.
Perang
Aceh
Pada bulan Maret 1973 Belanda meminta Sultan Aceh yaitu
Sultan Muhammad Daud Syah untuk mengakui kedaulatan Hindia Belanda atas
daerahnya. Sultan Aceh tidak bersedia mengkuinya walaupun Belanda memintanya
berulang kali. Hingga pada tanggal 26 Maret 1873 datang maklumat perang dari
pihak Belanda, maka mulailah perang rakyat Aceh dalam memperjuangkan kemerdekaannya.
Pada bulan April 1873 Belanda melakukan penyerangan ke
kerajaan Aceh. Rakyat Aceh mampu memukul mundur pasukan Belanda, sehingga
Belanda meninggalkan pantai Aceh. Serangan Belanda yang pertama mengalami
kegagalan. Serangan kedua dilakukan pada bulan Desember 1873, akhirnya Belanda
berhasil memukul pasukan Aceh sehingga istana Sultan pun jatuh ke tangan
Belanda.
Dalam perang dengan rakyat Aceh, Belanda harus
mengeluarkan biaya besar karena perang berlangsung sangat lama. Belanda
kemudian mengirimkan Dr. Snouck Hurgronje yang paham agama islam untuk
mempelajari rakyat Aceh. Atas nasehatnya maka Belanda mulai menaklukan Aceh
dengan cara memecah belah kekuatan masyarakat aceh.
Pada tanggal 11 Februari 1899 Belanda menyerang markas
pertahanan Teuku Umar dan gugurlah ia. Perjuangannya kemudian diteruskan oleh
istrinya, Cut Nya’ Dhien. Namun beliau dapat ditangkap oleh Belanda dan pada
tahun 1906 beliau dibuang ke Sumedang, Jawa Barat. Sementara itu, karena
terdesak oleh Belanda, Sultan Alaudin Muhammad Daud Syah terpaksa menyerah
kepada Belanda pada tanggal 20 Januari 1903. Panglima Polem pun akhirnya
menyerah juga pada tanggal 6 September 1903. Dengan kejadian tersebut maka
Pemerintah Hindia Belanda telah menanamkan kekuasaannya di Aceh.
2.3 Kelemahan dari Perjuangan Bangsa Indonesia
Kegagalan
perjuangan dengan kekerasan senjata oleh para pahlawan bangsa baik ketika
melawan Portugis maupun Belanda karena ada beberapa kelemahan dari perjuangan
bangsa Indonesia sendiri. Kelemahan-kelemahan tersebut yaitu:
1. Perjuangan
bersifat lokal atau kedaerahan. Artinya bahwa perjuangan yang
dilakukan itu terbatas pada daerah tertentu saja. Tidak ada kordinasi satu sama
lain antara para pejuang disatu daerah dengan daerah lainya. Misalnya Pangeran
Siponegoro berjuang didaerah Yogyakarta dan sekitarnya saja. Imam Bonjol hanya
berjuang didaerah Minangkabau. Tidak ada kerjasama antar daerah dalam menentang
penjajah.
2.
Perlawanan
terhadap penjajah dilakukan secara sporadis dan tidak dalam waktu yang
bersamaan. Sebagai akibatnya kekuatan penjajah lebih
terkonsentrasi untuk menghadapi satu perlawanan saja. Jadi penjajah dapat
dengan mudah memadamkan perlawanan itu satu demi satu.
3.
Perjuangan
pada umumnya dipimpin oleh pemimpin yang kharismatik.
Ketika pemimpin ini meninggal dunia atau diasingkan penjajah, maka perjuangan
pun berhenti karena tidak ada yang melanjutkanya.
4.
Perjuangan
menentang penjajah sebelum masa 1908 dilakukan dengan kekerasan senjata.
Dalam hal persenjataan pihak penjajah lebih modern. Persenjataan penjajah sudah
menggunakan senjata api, sementara para pejuang Indonesia lebih banyak
menggunakan senjata tradisional.
5.
Para
pejuang dapat diadu domba oleh pihak penjajah, sehingga perselisihan sering
terjadi antar para pemimpin Indonesia sendiri. Penjajah
belanda memang lihai menerapkan politik
devide et impera, yakni politik memecah belah bangsa Indonesia.
Beberapa kelemahan ini menjadi pelajaran yang berarti
bagi bangsa Indonesia dalam menentukan strategi perjuangan dalam masa
berikutnya. Bangsa Indonesia sadar bahwa kekuatan penjajah yang terorganisasi
dengan baik tidak dapat dengan mudah ditaklukan oleh perjuangan yang bersifat
lokal dan tidak terorganisasi dengan baik. Oleh karena itu perlu dicari
strategi perjuangan yang baru yang lebih terorganisasi dan lebih modern.
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Setelah
memperhatikan isi dalam pembahasan di atas maka dapat penulis tarik kesimpulan
sebagai berikut:
1.
Perjuangan bangsa Indonesia terhadap
penjajah Portugis hampir dilakukan di seluruh wilayah Nusantara terutama di
daerah yang menjadi pusat kekuasaan penjajah. Perjuangan melawan portugis
dilakukan oleh rakyat Malaka, Johor, Aceh, Maluku, Demak, dan Sunda Kelapa
2.
Perjuangan bangsa menentang penjajah
Belanda menggunakan kekerasan senjata dimulai pada abad 17, abad ke 19 dan
sampai awal abad ke 20.
3.
Dalam
sejarah perjuangan bangsa Indonesia ternyata memiliki lima kelemahan.
3.2 SARAN
Adapun dari penulisan
makalah ini kami selaku penulis menyarankan kepada generasi muda agar tetap
mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan cara ikut berpartisipasi dalam
mengisi kemerdekaan Indonesia dan mencontoh semangat para pahlawan terdahulu
dalam kehidupan sehari-hari. Seluruh warga Indonesia wajib menghargai dan
menghormati jasa-jasa para pahlawan Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Samlawi, Pakih. dkk. 1998. Konsep Dasar IPS. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Thankyou for share. Salam kenal...
ReplyDeletemakasih yaaa,, bermanfaat sekali, semoga makin sukses aamiin
ReplyDelete