Wednesday, December 19, 2012

Makalah: Perjuangan sebelum Kebangkitan Nasional (sebelum 1908)


BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Indonesia memperoleh kemerdekaan dalam waktu yang lama. Banyak para pahlawan yang gugur demi mempertahankan bumi pertiwi tercinta. Mereka mengorbankan seluruh jiwa dan raga untuk mengejar sebuah kata merdeka. Sebelum tahun 1908, telah banyak bangsa lain yang ingin menjajah dan menguasai Indonesia. Mereka banyak memeras, menindas, dan merampas hak-hak rakyat Nusantara. Banyak perlawanan dari pahlawan-pahlawan kita yang masih bersifat kedaerahan. Muncul banyak tokoh-tokoh yang memegang andil besar dalam perlawanan terhadap penjajahan yang bangsa lain lakukan.
Tugas kita sebagai penerus bangsa adalah mempertahankan kemerdekaan ini, tetap menjaga semangat perjuangan dan mempertahankan kebudayaan nenek moyang kita. Namun di jaman globalisasi sekarang ini, semangat generasi muda penerus bangsa kian menurun dan sangat memprihatinkan. Melihat akan gigihnya para pejuang daerah kita terdahulu, harusnya para pemuda merasa malu. Semestinya para pemuda generasi baru harus bisa melanjutkan perjuangan para pendahulu yang rela berkorban tanpa jasa dan berani memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Sebagai generasi muda seharusnya dapat melanjutkan tonggak harapan ini untuk mengisi kemerdekaan dengan cara meningkatkan akhlak.
Jadi untuk mengingatkan kembali perjuangan pahlawan kita terdahulu, penulis menyusun makalah ini dengan judul “Perjuangan sebelum Kebangkitan Nasional (sebelum 1908)
1.2     Perumusan Masalah
1.      Bagaimana perjuangan rakyat daerah di Indonesia melawan penjajahan bangsa Portugis?
2.      Bagaimana perjuangan pahlawan-pahlawan kita dalam menentang penjajahan Belanda?
3.      Apa saja kelemahan dari perjuangan bangsa Indonesia?
 1.3     Tujuan
Tujuan dari penyusun makalah ini antara lain:
1.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah konsep dasar IPS
2.      Untuk menambah pengetahuan tentang sejarah perjuangan bangsa melawan penjajah Portugis.
3.      Untuk menambah pengetahuan tentang sejarah perjuangan bangsa menentang penjajah Belanda.
4.      Untuk mengidentifikasi kelemahan dari perjuangan bangsa Indonesia.
1.4     Manfaat
Manfaat yang didapat dari makalah ini adalah:
1.      Mahasiswa dapat menambah pengetahuan tentang sejarah perjuangan bangsa melawan penjajah Portugis.
2.      Mahasiswa dapat menambah pengetahuan tentang sejarah perjuangan bangsa menentang penjajah Belanda.
3.      Mahasiswa dapat menambah pengetahuan tentang kelemahan dari perjuangan bangsa Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Perjuangan melawan penjajah portugis
Perjuangan bangsa Indonesia terhadap penjajah hampir dilakukan di seluruh wilayah Nusantara terutama di daerah yang menjadi pusat kekuasaan penjajah. Perjuangan melawan portugis dilakukan oleh rakyat Malaka, Johor, Aceh, Maluku, Demak, dan Sunda Kelapa
a)    Perjuangan Rakyat Malaka
Pada tahun 1511 rakyat Malaka dibawah pimpinan Sultan Mahmud Syah I melakukan perlawanan terhadap pendudukan portugis. Namun akhirnya portugis dapat mendesak pasukan Malaka sehingga mereka terpaksa menyingkir ke pulau Bintan. Malaka akhirnya jatuh ke portugis tahun 1511. Pada tahun 1526 pulau Bintan diserbu oleh portugis. Sultan Mahmud Syah I kemudian lari ke Kampar hingga wafatnya pada tahun 1528.
b)   Perjuangan Rakyat Johor
Pimpinan Alauddin Ri’ayat Syah II, putra dari Sultan Mahmud Syah I, rakyat Johor melakukan perlawanan terhadap Portugis mulai tahun 1530. Perjuangan ini kemudian dilanjutkan oleh Abdul Jalil Syah I (1580-1597) yang dapat menangkis serangan Portugis.
c)    Perjuangan Rakyat Demak
Dibawah pimpinan Dipati Unus pasukan Demak (Jawa Tengah) pada tahun 1512-1523 melakukan perlawanan terhadap Portugis. Dengan dibantu oleh armada Aceh, Palembang, dan Bintan, Dipati Unus berusaha merebut kembali Malaka dari kekuasaan Portugis, namun tidak berhasil.
d)   Perjuangan Rakyat Maluku
Portugis mampu menaklukan Malaka pada tahun 1511, Portugis kemudian menuju ke Maluku utara yang merupakan pusat rempah-rempah. Pada tahun 1912 Portugis melakukan hubungan dagang dengan Sultan Hairun dari Ternate ternyata sikap Portugis berusaha memonopoli perdagangan, memeras dan menindas rakyat, dan juga melakukan penyebaran agama Kristen secara paksa terhadap penduduk Maluku utara mendorong rakyat Maluku melakukan perlawanan. Pada pimpinan Sultan Hairun rakyat Ternate melakukan perlawanan terhadap Portugis mulai tahun 1550. Dengan mengadakan perundingan damai, Portugis menipu dan membunuh Sultan Hairun sehingga membuat rakyat Terante semakin marah. Perjuangan rakyat Ternate kemudian diteruskan oleh Sultan Baabullah, putra Sultan Hairun. Dibawah pimpinan Sultan Baabullah, rakyat Ternate, Tidore, dan Halmahera bersatu padu melawan Portugis pada tahun 1570 sampai 1575. Pada tanggal 28 Desember 1577 rakyat Ternate berhasil mengusir Portugis dari Ternate
e)    Perjuangan Rakyat Sunda Kelapa
Fatahilla atau Paletehan seorang ulama dari Demak yang bertugas menyebarkan agama islam di Jawa Barat memimpin rakyat untuk melakukan perlawanan terhadap Portugis. Pada tahun 1527 pasukan Fatahilla menyerang orang-orang Portugis di Sunda Kelapa dan berhasil mengalahkannya. Portugis akhirnya kembali ke Malaka. Nama Sunda Kelapa oleh Fatahilla kemudian diganti dengan nama Jayakarta (disingkat menjadi Jakarta), yang berarti kemenangan akhir. Setelah kemenangan itu, kemudian kerajaan Banten berdiri.
2.2    Perjuangan Menentang Penjajah Belanda
Perjuangan bangsa menentang penjajah Belanda menggunakan kekerasan senjata dimulai pada abad 17, abad ke 19 dan sampai awal abad ke 20. Perjuangan menentang Belanda pada abad ke 16 antara lain dilakukan oleh Sultan Agung dari Mataram (1613-1645), Sultan Hasanuddin dari kerajaan Gowa, Sulawesi Selatan (sampai tahun 1667), Sultan Ageng Tirtayasa (1684), Sultan Iskandar Muda dari Aceh (1635), Untung Suropati dan Trunojoyo (1670), Ibnu Iskandar dari Minangkabau (1680). Sementara itu mereka yang berjuang pada abad ke 19 antara lain:
a)    Pattimura dari Maluku (1817)
b)   Pangeran Diponegoro (1825-1830)
c)    Imam Bonjol dari Minagkabau (1822-1837)
d)   Sultan baddarudin dari Palembang ( 1817)
e)    Pangeran Antasari dari Kalimantan (1860)
f)    Jelantik dari Bali (1850)
g)   Anak Agung Made dari Lombok (1895)
h)   Teuku Umar, Teuku Cik Ditiro, Cut Nyak Dien dari Aceh (1673-1904)
i)     Sisimangamaraja dari Batak (1900)
Perjuangan yang dilakukan oleh Sultan agung dari Mataram dan Sultan Hasanuddin dari Gowa Sulawesi Selatan membahas tentang beberapa perjuangan kemerdekaan yaitu peperangan yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro, perang Padri dan peperangan rakyat Aceh.
1.    Perang Diponegoro
Pangeran Diponegoro merupakan keluarga anggota kerajaan di Yogyakarta namun ketika terjadi perselisihan diantara keluarga kerajaan yang berkuasa yang juga turut dicampuri oleh Belanda ia bersama neneknya pindah ke Tegalrejo sebuah desa dekat dengan Yogyakarta. Perang Diponegoro terjadi diawali dengan persengketaan antara Belanda dan Pangeran Diponegoro. Persengketaan terjadi ketika Belanda memasang tonggak-tonggak untuk membuat jalan ke tanah Tegalrejo tanpa seijin Diponegoro sehingga menimbulkan amarah pada Diponegoro dan rakyatnya. Peristiwa yang terjadi pada 20 Juli 1825 itu ternyata tidak dapat diselesaikan oleh kedua belah pihak. Karena perdamaian tidak tercapai,
Belanda kemudian melakukan serangan terhadap pasukan Diponegoro. Maka mulai pecahlah perang yang dikenal dengan perang Diponegoro. Pangeran Diponegoro mendapat dukungan yang  luas, baik dari rakyat petani, para pangeran dan juga dari para ulama. Dalam perang itu 15 dari 29 pangeran dan 41 dari 88 bupati mendukung Diponegoro. Seorang ulama besar yaitu Kyai Mojo bergabung dengan Diponegoro, begitu juga turut bergabung Sentot Alibasiah Prawirodirdjo, seorang bangsawan yang kemudian menjadi panglima utamanya. Perang Diponegoro banyak menimbulkan kerugian bagi Belanda. Dari tahun 1825 sampai 1827 pasukan Diponegoro selalu unggul dalam perang. Jendral de Kock pernah menawarkan perdamaian kepada Diponegoro tetapi tidak mendapat tanggapan.
Mulai tanggal 1827 Belanda menggunakan taktik “Benteng Stelsel” dalam menghadapi pasukan Diponegoro. Disetiap daerah didirikan benteng yang berhubungan dengan benteng yang sebelumnya lewat prasarana jalan, perbekalan, dan patrol yang teratur. Taktik ini bertujuan untuk mempersempit ruang gerak pasukan Diponegoro dan taktik itu ternyata membawa hasil dengan menyerahnya panglima perang Diponegoro dan pasukannya, termasuk Sentot Alibasiah dan pangeran Mangkubumi.
Pasukan Diponegoro mulai terdesak terutama setelah bertambahnya kekuatan pasukan Belanda dengan datangnya pasukan dari daerah-daerah lain. Meningkatnya jumlah pemimpin pasukan Diponegoro yang tertangkap oleh Belanda ternyata juga menyebabkan makin lemahnya pasukan Diponegoro.
Usaha Belanda untuk segera mengakhiri perang antara lain dilakukan dengan memberi pengumuman pemberian hadiah 20.000 ringgit kepada siapapun yang dapat menangkap Dponegoro, tetapi usaha ini tidak berhasil. Kemudian Belanda berusaha lagi untuk membujuk Diponegoro guna mengadakan perundingan yang diadakan pada tanggal 28 Maret 1830 ternyata berakhir dengan kegagalan. Namun dengan siasat licik Jenderal de Kock, kemudian Diponegoro ditangkap. Kegiatan perlawanan di daerah-daerah menjadi menurun sejak awal 1830 dan menjadi semakin lemah dan akhirnya tidak berarti lagi.
Pangeran Diponegoro oleh Belanda kemudian dibawa ke Batavia dan selanjutnya pada tanggal 3 Mei 1830 ia diasingkan ke Menado. Pada tahun 1834 ia dipindahkan oleh Belanda ke Ujungpandang sampai wafatnya pada tanggal 8 Januari 1855.
2.    Perang Padri
Perang ini terjadi di Minangkabau Sumatera Barat. Bermula dari pertentangan dua pihak dalam masyarakat, yakni antara kaum Padri dengan kaum adat. Kaum Padri atau kaum ulama melakukan gerakan untuk memperbaiki keadaan masyarakat Minangkabau dengan cara mengembalikan kepada ajaran Islam yang murni, ternyata ini mendapat reaksi keras dari kaum adat yang ingin mempertahankan kebiasaan mereka.
Perang saudara makin meluas dan keadaan ini dimanfaatkan betul oleh Belanda, terutama sesudah kaum adat meminta bantuan kepada Belanda. Langkah Belanda bukan saja untuk melawan kaum Padri, tetapi juga ditujukan untuk menanamkan kekuasaannya di Minangkabau. Pada tanggal 18 Februari 1821 dimulailah perang Padri melawan Belanda.
Jalannya Perang Padri dibagi ke dalam tiga masa. Masa pertama berlangsung antara 1821-1825 ditandai dengan meluasnya perlawanan rakyat ke seluruh Minangkabau. Masa kedua antara 1825-1830 ditandai dengan meredanya pertempuran, karena Belanda mengadakan perjanjian dengan kaum Padri yang melemah, dan ketika pihak Belanda sedang memusatkan perhatiannya pada perang Diponegoro di Jawa. Masa ketiga antara tahun 1830-1838, ditandai dengan perlawanan Padri yang meningkat dan penyerbuan Belanda secara besar-besaran, kemudian diakhiri dengan tertangkapnya para pemimpin Padri.
Dalam beberapa pertempuran pasukan Padri cukup kuat dan banyak merugikan pihak Belanda. Kemudian pihak Belanda mengajak mengadakan perundingan, yang isinya banyak menguntungkan pihak Belanda dan menunda waktu guna memperkuat diri. Sementara pada tahun 1825 Belanda sedang menghadapi kesulitan dengan adanya perang Diponegoro di Jawa. Kesempatan ini digunakan oleh kaum Padri untuk melakukan perlawanan lagi, dan semakin meluas setelah kekuatan Belanda di berbagai daerah pertempuran dirasakan lemah.
Salah satu kekuatan perlawanan kaum Padri terhadap Belanda adalah di Bonjol yang dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol. Pasukannya banyak melakukan serangan yang merugikan Belanda. Karena Belanda ingin segera mengakhiri peperangan di Sumatera Barat dan ingin segera menguasainya, kemudian Belanda mendatangkan bantuan pasukan dari Batavia. Dengan bantuan militer dari Jawa ini pasukan Belanda bertambah kuat sehingga beberapa daerah yang dikuasai kaum Padri dapat didudukinya.
Pada akhir tahun 1834 Belanda memusatkan kekuatannya untuk menyerang Bonjol, setelah jalan-jalan yang menghubungkan Bonjol dengan daerah pantai dikuasai Belanda dan ditutupnya jalan-jalan penghubung daerah lain. Mulai tahun 1835 sebagian besar kekuatan militer Belanda diarahkan untuk meruntuhkan kaum Padri di Bonjol, namun selama tahun 1936 kekuatan Padri masih belum dapat dipatahkan sama sekali.
Pada bulan Oktober 1837 Belanda mengepung dan menyerang benteng Bonjol, dan pada tanggal 25 Oktober 1837 Tuanku Imam Bonjol beserta pasukannya menyerah kepada Belanda. Tuanku Imam Bonjol kemudian dibuang oleh Belanda ke Cianjur Jawa Barat, kemudian dibuang lagi ke Ambon dan dipindahkan lagi ke Menado. Ia meninggal disana pada tanggal 6 November 1864. Dan secara umum perlawanan kaum Padri baru dapat dipatahkan pada akhir tahun 1838.
3.    Perang Aceh
Pada bulan Maret 1973 Belanda meminta Sultan Aceh yaitu Sultan Muhammad Daud Syah untuk mengakui kedaulatan Hindia Belanda atas daerahnya. Sultan Aceh tidak bersedia mengkuinya walaupun Belanda memintanya berulang kali. Hingga pada tanggal 26 Maret 1873 datang maklumat perang dari pihak Belanda, maka mulailah perang rakyat Aceh dalam memperjuangkan kemerdekaannya.
Pada bulan April 1873 Belanda melakukan penyerangan ke kerajaan Aceh. Rakyat Aceh mampu memukul mundur pasukan Belanda, sehingga Belanda meninggalkan pantai Aceh. Serangan Belanda yang pertama mengalami kegagalan. Serangan kedua dilakukan pada bulan Desember 1873, akhirnya Belanda berhasil memukul pasukan Aceh sehingga istana Sultan pun jatuh ke tangan Belanda.
Dalam perang dengan rakyat Aceh, Belanda harus mengeluarkan biaya besar karena perang berlangsung sangat lama. Belanda kemudian mengirimkan Dr. Snouck Hurgronje yang paham agama islam untuk mempelajari rakyat Aceh. Atas nasehatnya maka Belanda mulai menaklukan Aceh dengan cara memecah belah kekuatan masyarakat aceh.
Pada tanggal 11 Februari 1899 Belanda menyerang markas pertahanan Teuku Umar dan gugurlah ia. Perjuangannya kemudian diteruskan oleh istrinya, Cut Nya’ Dhien. Namun beliau dapat ditangkap oleh Belanda dan pada tahun 1906 beliau dibuang ke Sumedang, Jawa Barat. Sementara itu, karena terdesak oleh Belanda, Sultan Alaudin Muhammad Daud Syah terpaksa menyerah kepada Belanda pada tanggal 20 Januari 1903. Panglima Polem pun akhirnya menyerah juga pada tanggal 6 September 1903. Dengan kejadian tersebut maka Pemerintah Hindia Belanda telah menanamkan kekuasaannya di Aceh.
2.3 Kelemahan dari Perjuangan Bangsa Indonesia
Kegagalan perjuangan dengan kekerasan senjata oleh para pahlawan bangsa baik ketika melawan Portugis maupun Belanda karena ada beberapa kelemahan dari perjuangan bangsa Indonesia sendiri. Kelemahan-kelemahan tersebut yaitu:
1.     Perjuangan bersifat lokal atau kedaerahan. Artinya bahwa perjuangan yang dilakukan itu terbatas pada daerah tertentu saja. Tidak ada kordinasi satu sama lain antara para pejuang disatu daerah dengan daerah lainya. Misalnya Pangeran Siponegoro berjuang didaerah Yogyakarta dan sekitarnya saja. Imam Bonjol hanya berjuang didaerah Minangkabau. Tidak ada kerjasama antar daerah dalam menentang penjajah.
2.      Perlawanan terhadap penjajah dilakukan secara sporadis dan tidak dalam waktu yang bersamaan. Sebagai akibatnya kekuatan penjajah lebih terkonsentrasi untuk menghadapi satu perlawanan saja. Jadi penjajah dapat dengan mudah memadamkan perlawanan itu satu demi satu.
3.      Perjuangan pada umumnya dipimpin oleh pemimpin yang kharismatik. Ketika pemimpin ini meninggal dunia atau diasingkan penjajah, maka perjuangan pun berhenti karena tidak ada yang melanjutkanya.
4.      Perjuangan menentang penjajah sebelum masa 1908 dilakukan dengan kekerasan senjata. Dalam hal persenjataan pihak penjajah lebih modern. Persenjataan penjajah sudah menggunakan senjata api, sementara para pejuang Indonesia lebih banyak menggunakan senjata tradisional.
5.      Para pejuang dapat diadu domba oleh pihak penjajah, sehingga perselisihan sering terjadi antar para pemimpin Indonesia sendiri. Penjajah belanda memang lihai menerapkan politik devide et impera, yakni politik memecah belah bangsa Indonesia.

Beberapa kelemahan ini menjadi pelajaran yang berarti bagi bangsa Indonesia dalam menentukan strategi perjuangan dalam masa berikutnya. Bangsa Indonesia sadar bahwa kekuatan penjajah yang terorganisasi dengan baik tidak dapat dengan mudah ditaklukan oleh perjuangan yang bersifat lokal dan tidak terorganisasi dengan baik. Oleh karena itu perlu dicari strategi perjuangan yang baru yang lebih terorganisasi dan lebih modern.

BAB III
PENUTUP

3.1  KESIMPULAN
Setelah memperhatikan isi dalam pembahasan di atas maka dapat penulis tarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Perjuangan bangsa Indonesia terhadap penjajah Portugis hampir dilakukan di seluruh wilayah Nusantara terutama di daerah yang menjadi pusat kekuasaan penjajah. Perjuangan melawan portugis dilakukan oleh rakyat Malaka, Johor, Aceh, Maluku, Demak, dan Sunda Kelapa
2.      Perjuangan bangsa menentang penjajah Belanda menggunakan kekerasan senjata dimulai pada abad 17, abad ke 19 dan sampai awal abad ke 20.
3.      Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia ternyata memiliki lima kelemahan.
3.2  SARAN
Adapun dari penulisan makalah ini kami selaku penulis menyarankan kepada generasi muda agar tetap mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan cara ikut berpartisipasi dalam mengisi kemerdekaan Indonesia dan mencontoh semangat para pahlawan terdahulu dalam kehidupan sehari-hari. Seluruh warga Indonesia wajib menghargai dan menghormati jasa-jasa para pahlawan Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Samlawi, Pakih. dkk. 1998. Konsep Dasar IPS. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

2 comments: