A.
Konsep
Dasar Penilaian (Asesmen)
1.
Pengertian
Penilaian
Menurut Arikunto
(2009), penilaian adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan
ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif. Untuk dapat melakukan penilaian perlu melakukan pengukuran terlebih dahulu,
sedangkan pengukuran tidak akan mempunyai makna yang berarti tanpa
dilakukan penilaian.
Menurut Sudijono
(2006), penilaian berarti menilai sesuatu. Sedangkan menilai itu mengandung
arti: mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan mendasarkan diri atau
berpegang pada ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh das
sebagainya. Jadi penilaian itu sifatnya adalah kualitatif.
Penilaian
didefinisikan sebagai proses pengumpulan informasi tentang kinerja siswa, untuk
digunakan sebagai dasar dalam membuat keputusan. Selanjutnya, Black dan William
(Rasyid, 2007) mendefinisikan penilaian sebagai semua aktifitas yang dilakukan
oleh guru dan siswa untuk menilai diri mereka sendiri, yang memberikan
informasi untuk digunakan sebagai umpan balik untuk memodifikasi aktivitas
belajar dan mengajar.
Menurut Rasyid
dan Mansur (2007) penilaian adalah proses pengumpulan informasi atau data yang digunakan
untuk membuat keputusan tentang pembelajaran. Pembelajaran yang dimaksud
mencakup siswa, kurikulum, program, dan kebijakan. Proses penilaian meliputi
pengumpulan bukti-bukti tentang pencapaian belajar peserta didik. Bukti ini
tidak selalu diperoleh melaui tes saja, tetapi juga bisa dikumpulkan melalui
pengamatan atau laporan diri.
Menurut Linn
& Gronlund (Koyan, 2011) penilaian (assesment)
adalah istilah umum yang melibatkan semua rangkaian prosedur yang digunakan
untuk mendapatkan informasi tentang hasil belajar peserta didik (misalnya:
observasi, skala bertingkat tentang kinerja, tes tertulis) dan pelaksanaan
penilaian mengenai kemajuan belajar peserta didik.
Pada Permendiknas No 20 tahun 2007 tentang
standar penilaian dijelaskan bahwa penilaian adalah proses pengumpulan dan
pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar siswa. Penilaian
tidak sekedar pengumpulan data siswa, tetapi juga pengolahannya untuk
memperoleh gambaran proses dan hasil belajar siswa. Penilaian tidak sekedar
memberi soal siswa kemudian selesai, tetapi guru harus menindaklanjutinya untuk
kepentingan pembelajaran.
Jadi
dapat disimpulkan penilaian merupakan suatu proses memberikan atau menentukan nilai yang bersifat kualitatif terhadap hasil
belajar tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu.
2.
Fungsi
Penilaian
Menurut Koyan
(2011), fungsi evaluasi dapat berupa: (1) penempatan yang tepat, (2) pemberian
umpan balik, (3) diagnosis kesulitan belajar, dan (4) penentuan kenaikan
tingkat atau kelulusan pendidikan pada jenjang pendidikan tertentu.
Pendapat yang
hampir sama dikemukakan oleh Arikunto (2009), fungsi penilaian adalah
sebagai berikut.
a.
Penilaian berfungsi
selektif
Dengan cara
mengadakan beberapa penilaian guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi atau
penilaian terhadap siswanya. Penilaian itu sendiri mempunyai berbagai tujuan
antara lain:
1)
Untuk memilih siswa
yang dapat diterima disekolah tertentu.
2)
Untuk memilih siswa
yang dapat naik ke kelas atau tingkat berikutnya.
3)
Untuk memilih siswa
yang seharusnya mendapat beasiswa.
4)
Untuk memilih siswa
yang sudah berhak meninggalkan sekolah, dan sebagainya.
b. Penilaian
berfungsi diagnostik
Apabila alat
yang digunakan dalam penilaian cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat
hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan siswa. Disamping itu, diketahui pula
sebab musabab kelemahan itu. Jadi dengan mengadakan penilaian, sebenarnya guru
mengadakan diagnosis kepada siswa tentang kebaikan dan kelemahannya. Dengan
diketahuinya kelemahan ini akan lebih mudah dicari cara untuk mengatasi.
c. Penilaian
berfungsi sebagai penempatan
Sistem baru yang
kini banyak dipopulerkan di negara barat, adalah sistem belajar sendiri.
Belajar sendiri dapat dilakukan dengan cara mempelajari sebuah paket belajar,
baik itu berbentuk modul atau paket belajar lain. sebagai alasan dari timbulnya
sistem ini adalah adanya pengakuan yang besar terhadap kemampuan individual.
Setiap siswa sejak lahirnya telah membawa kemampuan sendiri-sendiri sehingga
pelajaran akan lebih efektif apabila disesuaikan dengan pembawaan yang ada.
Akan tetapi disebabkan karena keterbatasan sarana dan tenaga, pendidikan yang
bersifat individual kadang-kadang sukar sekali dilaksanakan. Pendekatan yang
lebih bersifat melayani perbedaan kemampuan adalah pengajaran secara kelompok.
Untuk dapat menentukan dengan pasti dikelompok mana seorang siswa harus
ditempatkan, digunakan untuk penilaian. Sekelompok siswa yang mempunyai hasil
penilaian yang sama, akan berada dalam kelompok yang sama dalam belajar.
d. Penilaian
berfungsi sebagai pengukur keberhasilan
Fungsi keempat
dari penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana suatu
program berhasil diterapkan. Telah disinggung pada bagian-bagian sebelum ini,
keberhasilan program ditentukan oleh, beberapa faktor yaitu faktor guru, metode
mengajar, kurikulum, sarana, dan sistem administrasi.
3.
Tujuan
Penilaian
Tujuan utama
untuk melakukan asesmen atau evaluasi dalam proses pembelajaran adalah untuk
memperoleh informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian proses
pembelajaran. (Koyan, 2011)
Kellough dan
Kellough (Rasyid, 2007) mengidentifikasi tujuan penilaian adalah untuk: (1)
membantu belajar siswa, (2) mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan, (3)
menilai efektivitas strategi pengajaran, (4) menilai dan meningkatkan
efektivitas program kurikulum, (5) menilai dan meningkatkan efektivitas
pengajaran, (6) menyediakan data yang membantu dalam membuat keputusan, dan (7)
komunikasi dan melibatkan orang tua siswa.
Pendapat yang
hampir sama dikemukakan oleh Weeden, Winter, & Broadfoot (Rasyid, 2007)
mengklasifikasi tujuan penilaian dalam empat hal, yaitu untuk diagnostik (untuk
mengidentifikasi kinerja siswa), formatif (untuk membantu belajar siswa),
sumatif (untuk reviu, transfer, dan sertifikasi), dan evaluatif (untuk melihat
bagaimana kinerja guru atau institusi).
4.
Prinsip
Penilaian
Pada
Permendiknas No 20 tahun 2007 juga disebutkan bahwa penilaian hasil belajar
peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah harus memperhatikan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data
yang mencerminkan kemampuan yang diukur.
b. Objektif, berarti penilaian didasarkan pada
prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.
c. Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan
atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar
belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan
gender.
d. Terpadu, berarti penilaian oleh guru
merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
e. Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria
penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang
berkepentingan.
f. Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian
oleh guru mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik
penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
g. Sistematis, berarti penilaian dilakukan
secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.
h. Beracuan kriteria, berarti penilaian
didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
i. Akuntabel, berarti penilaian dapat
dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.
5.
Aspek
yang Dinilai
Menurut Bloom
(Arikunto, 2009) ada 3 ranah atau domain besar, yang terletak pada tingkatan
ke-2 yang selanjutnya disebut taksonomi yaitu sebagai berikut.
a.
Ranah
kongnitif (cognitive domain)
1)
Pengetahuan
Mengenal (recognition)
Dalam
pengenalan siswa diminta untuk memilih satu dari dua atau lebih jawaban.
Contoh :
Hasil bumi yang terkenal dari daerah
Temanggung adalah :
(a) Padi
(b) tebu
(c) tembakau
Mengungkapkan
/ mengingat kembali (recall)
Berbeda
dengan mengenal maka dalam mengingat kembali ini siswa di minta untuk mengingat
kembali satu atau lebih fakta-fakta yang sederhana.
Contoh :
Tempat keluarnya air dari dalam tanah
disebut....
Mengenal
dan mengungkapkan kembali, pada umumnya dikategori ini merupakan kategori yang
paling rendah tingkatannya karena tidak terlalu banyak meminta energi.
2) Pemahaman
(comprehension)
Dengan
pemahaman, siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang
sederhana di antara fakta-fakta atau konsep.
Untuk dapat
menentukan gambar yang mana yang dapat dinamakan segitiga siku-siku maka ia
harus menghubungkan konsep segitiga dan konsep siku-siku.
3) Penerapan atau aplikasi
(application)
Untuk
penerapan atau aplikasi ini siswa dituntut memiliki kemampuan untuk menyeleksi
atau memilih suatu abstrasi tertentu (konsep, hukum, dalil, aturan, gagasan,
cara) secara tepat untuk diterapkan dal situasi baru dan menerapkannya secara
benar.
Contoh:
Untuk menyelesaikan hitungan ini
51 x 40 = n
Maka paling tepat kita gunakan adalah
a. hukum
asosiatif,
b. hukum
komutatif,
c. hukum
distributif.
4) Analisis (analysis)
Dalam tugas
analisi ini siswa diminta untuk menganalisi suatu hubungan atau situasi yang
kompleks atas konsep-konsep dasar.
Contoh :
Siswa disuruh
menerangkan apa sebab pada waktu mendung dan ada angin kencang tidak segera
turun hujan.
5) Sintesis (synthesis)
Apabila penyusun soal tes bermaksud meminta siswa melakukan
sintesis maka pertanyaan-pertanyaan disusun sedemikian rupa sehingga meminta
siswa untuk menggabungkan atau menyusun kembali (reorganize) hal-hal yang spesifik agar dapat mengembangkan suatu
struktur baru. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa dengan soal sintesis ini
siswa diminta untuk melakukan generalisai.
Contoh:
“Dengan
mengetahui situasi daerah dan milik dalam hal kekayaan bahan mentah serta
semangat penduduk di suatu daerah yang kini dapat berkembang pesat menjadi kota
pelabuhan yang besar maka kota-kota kecil di tepi pantai mana mempunyai potensi
untuk menjadi sebuah kota pelabuhan yang besar?”
6) Evaluasi (evaluation)
Apabila menyusun soal bermaksud
untuk mengetahui sejauh mana siswa mampu menerapkan pengetahuan dan kemampuan
yang telah dimiliki untuk menilai sesuatu
kasus yang diajukan oleh penyusun soal.
Mengadakan evaluasi dalam pengukuran
aspek kognitif ini tidak sama dengan mengevaluasi dalam pengukuran aspek
afektif. Mengevaluasi dalam pengukuran aspek afektif menyangkut masalah
“benar/salah” yang didasarkan atas dalil, hukum, prinsip pengetahuan, sedangkan
mengevaluasi dalam aspek afektif menyangkut masalah “baik/buruk” berdasarkan
nilai atau norma yang diakui oleh subjek yang bersangkutan.
Sejak tahun 1983 istilah “aspek” ini
lebih populer dengan istilah baru yakni “ranah“. Untuk ranah kognitif, Bloom
menemukan adanya tingkatan-tingkatan ranah kognitif, Bloom menemukan adanya
tingkatan-tingkatan ranah, tersusun dalam urutan meningkat (hierarki) yang
sifatnya linear. Namun dari beberapa studi lanjutan yang dilakukan oleh ahli-ahli lain antara lain Madaus diketemukan bahwa
ranah-ranah yang lebih tinggi yakni analisis, sintesis, dan evaluasi, terletak
pada garis horizontal dan terlihat sebagai cabang.
Beberapa aspek
kejiwaan yang telah disebutkan, sebagian hanya cocok diterapkan di Sekolah
Dasar (Ingatan, Pemahaman, dan Aplikasi), sedangkan analisis dan sintesis baru
dapat dilatihkan di SLTP, SMU, dan Perguruan Tinggi secara bertahap. Dengan
urutan yang ada, memang menu njukkan usaha yang makin ke bawah nakin berat.
sebagai contoh, untuk melakukan pemahaman, siswa harus terlebih dahulu dapat
mengingat atau mengenal kembali. Dan pemahaman, memang dibtuhkan unsur mengenal
atau mengingat kembali.
b.
Ranah
afektif (affective domain)
Pandangan
atau pendapat (opinion)
Apabila guru mau mengukur aspek
afektif yang berhubungan dengan pandangan siswa maka pertanyaan yang disusun
menghendaki respons yang melibatkan ekspresi, perasaan atau pendapat pribadi
siswa terhadap hal-hal yang relatif sederhana tetapi bukan fakta.
contoh:
“Bagaimanakah
pendapat anda tentamg keputusan yang diambil oleh Bapak Lurah dalam situasi di
atas? Bagaimana tindakan Anda jika seandainya yang menjadi lurah itu anda?”
Sikap
atau nilai (attitude, value)
Dalam penilaian
afektif tentang sikap ini, siswa ditanya mengenai responnya yang melibatkan
sikap atau nilai telah mendalam di sanubarinya, dan guru meminta dia untuk
mempertahankan pendapatnya.
Contoh :
“Bagaimanakah
pendapat Anda seandainya semua penjahat yang merugikan masyarakat dan negara,
baik yang proletar maupun yang elite diberi hukuman mati saja? Mengapa pendapat
anda demikian?”
c.
Ranah
psikomotor (psychomotor domain)
Perkataan psikomotor berhubungan
dengan kata “motor, sensory-motor
atau perceptual-motor”. Jadi, ranah
psikomotor berhubungan erat dengan kerja otot sehingga menyebabkan geraknya
tubuh atau bagian-bagiannya. Yang termasuk ke dalam klasifikasi gerak di sini
mulai dari gerak yang paling sederhana yaitu melipat kertas sampai dengan
merakit suku cadang televisi serta komputer. Secara mendasar perlu dibedakan
antara dua hal yaitu keterampilan (skills)
dan kemampuan (abilities).
contoh:
“Seberapa terampilan para siswa
menyiapkan alat-alat”
“Seberapa keterampilan para siswa
menggunakan alat-alat”
Taksonomi untuk ranah psikomotorik
antara lain dikemukakan oleh Anita Harrow (Arikunto, 2009). Menurut Harrow kebanyakan
para guru tidak dapat menuntut pencapaian 100 dari tujuan yang dirumuskan
kecuali hanya berharap bahwa keterampilan yang dicapai oleh siswa-siswanya akan
sangat mendukung mempelajari keterampilan lanjutan atau gerakan-gerakan yang
lebih kompleks sifatnya. Selain yang telah dikemukakan tersebut, Harrow juga
memberikan saran mengenai bagaimana melakukan pengukuran terhadap ranah
psikomotor ini. Menurutnya, penentuan kriteria untuk mengukur keterampilan
siswa harus dilakukan dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 30 menit. kurang
dari waktu tersebut diperkirakan para penilai belum dapat menangkap gambaran
tentang pola keterampilan yang mencermikan kemampuan siswa.
Garis besar taksonomi yang
dikemukakan oleh Harrow (Arikunto, 2009) adalah sebagai berikut.
Tingkat
|
Uraian
dan Contoh
|
1. Gerakan refleks
(reflex movement)
1.1 Segmental reflexes
1.2 Intersegmental
reflexes
1.3 Suprasegmental
reflexes
|
Respons
gerakan yang tidak disadari yang dimiliki sejak lahir
Kesemuanya
berhubungan dengan gerakan-gerakan yang dikoordinasikan oleh otak dan
bagian-bagian sumsum tulang belakang.
|
2. Dasar gerakan-gerakan
(basic fundamental movement)
2.1 Locomotor movement
2.2 Nonlocomotor movement
2.3 Manipulative
movements
|
Gerakan-gerakan
yang menuntun kepada keterampilan yang sifatnya kompleks.
Gerakan-gerakan
yang mendahului kemampuan berjalan (tengkurap, merangkak, tertatih-tatih,
berjalan, lari, melompat, menggelinding, memanjat).
Gerakan-gerakan
dinamis di dalam suatu ruangan yang tertumpu pada sesuatu sumbu tertentu.
Gerakan-gerakan
yang terkoordinasikan seperti kegiatan bermain piano, menggambar, naik
sepeda, mengetik dan sebagainya.
|
3. Perceptual
abilities
3.1
Kinethetic
discrimination
3.1a Body awareness
3.1b Body image
3.1c Body
relationship to surrounding objects in space
3.2 Visual discrimnation
3.3
Auditory
disrimination
3.4
Tactile
discrimination
3.5
Coordinated
activities
|
Kombinasi dari kemampuan kognitif dan gerakan.
Menyadari akan gerakan-gerakan
tubuh seseorang.
Menyadari gerakan pada dua sisi
tubuhnya, pada satu sisi, keberat sebelahan dan keseimbangan.
Perasaan-perasaan tentang adanya
gerakan yang berhubungan dengan badannya sendiri.
Konsep tentang arah dan kesadaran
badan dalam hubungan dengan lingkungan ruang sekitar.
Visual
acuity
(kemampuan membedakan bentuk dan bagian), visual tracking (kemampuan mengikuti objek), visual memory (mengingat kembali pengalaman visual), figureground differentiation (membedakan
figure yang dominan di antara latar belakang yang kabur), dan consistency (pengalaman konsep
visual).
Meliputi auditory acuity, auditory tracking, auditory memory
Kemampuan untuk membedakan dengan
sentuhan.
Koordinasi mata dengan tangan dan
mata dengan kaki.
|
4
Physical
abilities
4.1
Ketahanan (Endurance)
4.2
Kekuatan (Strength)
4.3 Flexibility
4.4
Kecerdasan otak (Agility)
|
Kemampuan
yang diperlukan untuk mengembangkan gerakan-gerakan keterampilan tingkat
tinggi.
Kemampuan
untuk melanjutkan aktivitas, termasuk ketahanan otot dan denyut jantung.
Kemampuan
untuk menggunakan otot untuk mengadakan perlawanan.
Rentangan
gerakan dan sendi.
Kemampuan
untuk bergerak cepat termasuk kemampuan untuk mengubah arah, memulai atau
berhenti, mengurangi waktu tenggang antara reaksi dan respins (tampak dalam
kecekatan), dan meningkatkan dexterity (meningkatkan
ketangkasan = deftness).
|
5
Skilled
movements
5.1
Simple
adaptive skills
5.2
Compound
adaptive skills
5.3 Complex adaptive
skills
|
Gerakan-gerakan
yang memerlukan belajar misalnya keterampilan dalam menari, olahraga, dan
rekreasi.
Setiap
adaptasi yang berhubungan dengan dasar gerakan dasar nomor 2.2
Gerakan
kombinasi untuk menggunakan alat-alat seperti raket, parang, dan sebagainya.
Menguasai
mekanisme seluruh tubuh seperti dalam senam (gymnastic).
|
6
Nondiscoursive
communication
6.1
Expressive
movements
6.2
Interpretive
movements
|
Kemampuan
untuk berkomunikasi dengan menggunakan gerakan misalnya ekspresi wajah
(mimik), postur, dan sebagainya.
Gerakan-gerakan
yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti sikap dan gerakan tubuh,
isyarat, ekspresi wajah
Gerakan
sebagai bagian dari bentuk seni termasuk gerakan elastis, gerakan-gerakan
kreatif (improvisasi) dan sebagainya.
|
B.
Aspek-aspek
Penilaian
Dalam Sudijono
(2006) disebutkan bahwa salah satu prinsip dasar yang harus senantiasa
diperhatikan dan dipegangi dalam rangka evaluasi hasil belajar adalah prinsip
kebulatan, dengan prinsip mana evaluator dalam melaksanakan evaluasi hasil
belajar dituntut untuk mengevaluasi secara menyeluruh terhadap peserta didik
baik dari segi pemahamannya terhadap materi atau bahan pelajaran yang telah
diberikan (aspek kognitif), maupun dari segi penghayatan (aspek afektif) dan
pengalamannya (aspek psikomotor).
1.
Aspek
Kognitif
Ranah kognitif
adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom (Sudijono,
2006), segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah
kognitif. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang terendah sampai
dengan jenjang yang paling tinggi. keenam jenjang dimaksud adalah: (1)
pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge),
(2) pemahaman (comprehension), (3)
penerapan (application), (4) Analisis
(analysis), (5) Sintesis (synthesis) dan (6) penilaian (evaluation).
Pengetahuan (knowledge) adalah kemampuan seseorang
untuk mengingat-ingat kembali (recall)
atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus dan
sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya. Pengetahuan atau
ingatan ini adalah merupakan proses berpikir yang paling rendah.
Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan
seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui
dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan
dapat melihatnya dari berbagai segi. Seorang peserta didik dikatakan memahami
sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih
rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman
merupakan jenjang kemampuan berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan
atau hafalan.
Penerapan atau
aplikasi (application) adalah
kesangggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata
cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan
sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. Aplikasi atau penerapan ini
merupakan proses berpikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman
Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang
untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian
yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian atau
faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor yang lainnya. jenjang analisis
adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi.
Sintesis (synthesis) adalah kemampuan berpikir
yang merupakan kebalikan dari proses berpikir analisis. Sintesis merupakan
suatu proses memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga
menjelma menjadi suatu pola yang berstruktur atau berbentuk pola baru. Jenjang
sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang analisis.
Penilaian/penghargaan/evaluasi
(evaluation) adalah merupakan jenjang
berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif menurut Taksonomi Bloom. Penilaian
atau evaluasi di sini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan
terhadap suatu situasi, nilai atau ide, misalnya jika seseorang dihadapkan pada
beberapa pilihan, maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik, sesuai
dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.
Keenam jenjang
berpikir pada ranah kognitif ini bersifat kontinum dan overlap (tumpang
tindih), di mana ranah yang lebih tinggi meliputi semua ranah yang ada
dibawahnya.
2.
Aspek
Non Kognitif
a.
Ranah
Afektif
Menurut
David R. Krathwohl (Sudijono, 2006), ranah afektif adalah ranah yang berkaitan
dengan sikap dan nilai. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada
peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Ranah afektif ini oleh Krathwohl
(Sudijono, 2006) dan kawan-kawan ditaksonomi menjadi lebih rinci lagi ke dalam
lima jenjang yaitu: (1) receiving,
(2) responding, (3) valuing, (4) organization, dan (5) characterization
by a value or value complex.
Receiving atau
attending (menerima atau
memperhatikan) adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus)
dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan
lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah kesadaran dan keinginan
untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau
rangsangan yang datang dari luar. Receiving atau attenting juga sering diberi
pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu obyek.
Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau
nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri ke
dalam nilai itu atau mengidentikkan diri dengan nilai itu. Contoh hasil belajar
afektif jenjang receiving misalnya,
peserta didik menyadari bahwa disiplin wajib ditegakkan, sifat malas dan tidak
berdisiplin harus disingkirkan jauh-jauh.
Responding (menanggapi)
mengandung arti adanya partisipasi aktif. Jadi kemampuan menanggapi adalah
kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara
aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu
cara. Jenjang ini setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang receiving. Contoh hasil belajar afektif jenjang responding misalnya, peserta didik
tumbuh hasratnya untuk mempelajari lebih jauh atau menggali lebih dalam lagi
mengenai kedisiplinan.
Valuing
(menilai atau menghargai) artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan
terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan,
dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing merupakan tingkatan afektif yang lebih tinggi lagi daripada
receiving dan responding. Dalam kaitan dengan proses belajar mengajar, peserta
didik di sini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah
berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila
suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan telah mampu untuk mengatakan
“itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses
penilaian. Nilai itu telah mulai dicamkan (internalized)
dalam dirinya. Dengan demikian maka nilai tersebut telah stabil dalam diri
peserta didik. Contoh hasil belajar afektif jenjang valuing misalnya, tumbuhnya kemauan yang kuat pada diri peserta
didik untuk berlaku disiplin, baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah
kehidupan masyarakat.
Organization
(mengatur atau mengorganisasikan) artinya mempertemukan oerbedaan nilai
sehingga terbentuk nilai baru yang lebih universal, yang membawa kepada perbaikan
umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai ke
dalam satu sistem organisasi, termasuk di dalamnya hubungan satu nilai dengan
nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Contoh hasil
belajar afektif jenjang organization
misalnya, peserta didik mendukung penegakan disiplin nasional. Mengatur atau
mengorganisasikan ini merupakan jenjang sikap atau nilai yang lebih tinggi lagi
ketimbang receiving, responding, dan valuing.
Characterization by a
Value or Value Complex (karakterisasi dengan suatu
nilai atau komplek nilai) yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah
dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Di
sini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalam suatu
hierarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan
telah mempengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan tingkatan afektif tertinggi,
karena sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki
philosophy of life yang mapan. Jadi
pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang mengontrol
tingkah lakunya untuk suatu waktu yang cukup lama, sehingga membentuk
karakteristik “pola hidup”; tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat
diramalkan. Contoh hasil belajar afektif pada jenjang ini adalah siswa telah
memiliki kebulatan sikap wujudnya peserta didik menjadikan perintah Tuhan
sebagai pegangan hidupnya dalam hal yang menyangkut kedisiplinan, baik
kedisiplinan di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
b.
Ranah
Psikomotor
Menurut Sudijono
(2006), ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah
seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar ranah psikomotor
dikemukakan oleh Simpson (Sudijono, 2006) yang menyatakan bahwa hasil belajar
psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor
ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami
sesuatu) dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam
kecenderungan-kecenderungan untuk berperilaku). Hasil belajar kognitif dan
hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta
didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna
yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektifnya.
DAFTAR PUSTAKA
----. Permendiknas
No. 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Guruan. Jakarta: Depdiknas
Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Koyan, Wayan. 2011.
Asesmen dalam Pendidikan. Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha Press.
Rasyid, Harun dan
Mansur. 2007. Penilaian Hasil Belajar. Bandung: CV. Wacana Prima.
Sudijono, Anas.
2006. Pengantar Evalusi Pendidikan.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Terima kasih Share nya
ReplyDelete