Wednesday, December 19, 2012

KONSEP DASAR DAN ASPEK-ASPEK PENILAIAN (ASESMEN)


A.    Konsep Dasar Penilaian (Asesmen)
1.      Pengertian Penilaian
Menurut Arikunto (2009), penilaian adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif. Untuk dapat melakukan penilaian perlu melakukan pengukuran terlebih dahulu, sedangkan pengukuran tidak akan mempunyai makna yang berarti tanpa dilakukan penilaian.
Menurut Sudijono (2006), penilaian berarti menilai sesuatu. Sedangkan menilai itu mengandung arti: mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan mendasarkan diri atau berpegang pada ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh das sebagainya. Jadi penilaian itu sifatnya adalah kualitatif.
Penilaian didefinisikan sebagai proses pengumpulan informasi tentang kinerja siswa, untuk digunakan sebagai dasar dalam membuat keputusan. Selanjutnya, Black dan William (Rasyid, 2007) mendefinisikan penilaian sebagai semua aktifitas yang dilakukan oleh guru dan siswa untuk menilai diri mereka sendiri, yang memberikan informasi untuk digunakan sebagai umpan balik untuk memodifikasi aktivitas belajar dan mengajar.
Menurut Rasyid dan Mansur (2007) penilaian adalah proses pengumpulan informasi atau data yang digunakan untuk membuat keputusan tentang pembelajaran. Pembelajaran yang dimaksud mencakup siswa, kurikulum, program, dan kebijakan. Proses penilaian meliputi pengumpulan bukti-bukti tentang pencapaian belajar peserta didik. Bukti ini tidak selalu diperoleh melaui tes saja, tetapi juga bisa dikumpulkan melalui pengamatan atau laporan diri.
Menurut Linn & Gronlund (Koyan, 2011) penilaian (assesment) adalah istilah umum yang melibatkan semua rangkaian prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang hasil belajar peserta didik (misalnya: observasi, skala bertingkat tentang kinerja, tes tertulis) dan pelaksanaan penilaian mengenai kemajuan belajar peserta didik.

Pada Permendiknas No 20 tahun 2007 tentang standar penilaian dijelaskan bahwa penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar siswa. Penilaian tidak sekedar pengumpulan data siswa, tetapi juga pengolahannya untuk memperoleh gambaran proses dan hasil belajar siswa. Penilaian tidak sekedar memberi soal siswa kemudian selesai, tetapi guru harus menindaklanjutinya untuk kepentingan pembelajaran.
Jadi dapat disimpulkan penilaian merupakan suatu proses memberikan atau menentukan nilai yang bersifat kualitatif terhadap hasil belajar tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu.
2.      Fungsi Penilaian
Menurut Koyan (2011), fungsi evaluasi dapat berupa: (1) penempatan yang tepat, (2) pemberian umpan balik, (3) diagnosis kesulitan belajar, dan (4) penentuan kenaikan tingkat atau kelulusan pendidikan pada jenjang pendidikan tertentu.
Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Arikunto (2009), fungsi penilaian adalah sebagai berikut.
a.       Penilaian berfungsi selektif
Dengan cara mengadakan beberapa penilaian guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi atau penilaian terhadap siswanya. Penilaian itu sendiri mempunyai berbagai tujuan antara lain:
1)        Untuk memilih siswa yang dapat diterima disekolah tertentu.
2)        Untuk memilih siswa yang dapat naik ke kelas atau tingkat berikutnya.
3)        Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa.
4)        Untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah, dan sebagainya.
b.      Penilaian berfungsi diagnostik
Apabila alat yang digunakan dalam penilaian cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan siswa. Disamping itu, diketahui pula sebab musabab kelemahan itu. Jadi dengan mengadakan penilaian, sebenarnya guru mengadakan diagnosis kepada siswa tentang kebaikan dan kelemahannya. Dengan diketahuinya kelemahan ini akan lebih mudah dicari cara untuk mengatasi.
c.       Penilaian berfungsi sebagai penempatan
Sistem baru yang kini banyak dipopulerkan di negara barat, adalah sistem belajar sendiri. Belajar sendiri dapat dilakukan dengan cara mempelajari sebuah paket belajar, baik itu berbentuk modul atau paket belajar lain. sebagai alasan dari timbulnya sistem ini adalah adanya pengakuan yang besar terhadap kemampuan individual. Setiap siswa sejak lahirnya telah membawa kemampuan sendiri-sendiri sehingga pelajaran akan lebih efektif apabila disesuaikan dengan pembawaan yang ada. Akan tetapi disebabkan karena keterbatasan sarana dan tenaga, pendidikan yang bersifat individual kadang-kadang sukar sekali dilaksanakan. Pendekatan yang lebih bersifat melayani perbedaan kemampuan adalah pengajaran secara kelompok. Untuk dapat menentukan dengan pasti dikelompok mana seorang siswa harus ditempatkan, digunakan untuk penilaian. Sekelompok siswa yang mempunyai hasil penilaian yang sama, akan berada dalam kelompok yang sama dalam belajar.
d.      Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan
Fungsi keempat dari penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana suatu program berhasil diterapkan. Telah disinggung pada bagian-bagian sebelum ini, keberhasilan program ditentukan oleh, beberapa faktor yaitu faktor guru, metode mengajar, kurikulum, sarana, dan sistem administrasi.
3.      Tujuan Penilaian
Tujuan utama untuk melakukan asesmen atau evaluasi dalam proses pembelajaran adalah untuk memperoleh informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian proses pembelajaran. (Koyan, 2011)
Kellough dan Kellough (Rasyid, 2007) mengidentifikasi tujuan penilaian adalah untuk: (1) membantu belajar siswa, (2) mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan, (3) menilai efektivitas strategi pengajaran, (4) menilai dan meningkatkan efektivitas program kurikulum, (5) menilai dan meningkatkan efektivitas pengajaran, (6) menyediakan data yang membantu dalam membuat keputusan, dan (7) komunikasi dan melibatkan orang tua siswa.
Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Weeden, Winter, & Broadfoot (Rasyid, 2007) mengklasifikasi tujuan penilaian dalam empat hal, yaitu untuk diagnostik (untuk mengidentifikasi kinerja siswa), formatif (untuk membantu belajar siswa), sumatif (untuk reviu, transfer, dan sertifikasi), dan evaluatif (untuk melihat bagaimana kinerja guru atau institusi).
4.      Prinsip Penilaian
Pada Permendiknas No 20 tahun 2007 juga disebutkan bahwa penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.    Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.
b.    Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.
c.    Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender. 
d.    Terpadu, berarti penilaian oleh guru merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
e.    Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
f.     Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh guru mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
g.    Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.
h.    Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
i.     Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.
5.      Aspek yang Dinilai
Menurut Bloom (Arikunto, 2009) ada 3 ranah atau domain besar, yang terletak pada tingkatan ke-2 yang selanjutnya disebut taksonomi yaitu sebagai berikut.
a.      Ranah kongnitif (cognitive domain)
1)      Pengetahuan
Mengenal (recognition)
            Dalam pengenalan siswa diminta untuk memilih satu dari dua atau lebih jawaban.
Contoh :
Hasil bumi yang terkenal dari daerah Temanggung adalah :
(a)    Padi
(b)   tebu
(c)    tembakau
Mengungkapkan / mengingat kembali (recall)
            Berbeda dengan mengenal maka dalam mengingat kembali ini siswa di minta untuk mengingat kembali satu atau lebih fakta-fakta yang sederhana.
Contoh :
Tempat keluarnya air dari dalam tanah disebut....
            Mengenal dan mengungkapkan kembali, pada umumnya dikategori ini merupakan kategori yang paling rendah tingkatannya karena tidak terlalu banyak meminta energi.
2)      Pemahaman (comprehension)
            Dengan pemahaman, siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana di antara fakta-fakta atau konsep.   
Untuk dapat menentukan gambar yang mana yang dapat dinamakan segitiga siku-siku maka ia harus menghubungkan konsep segitiga dan konsep siku-siku.
3)      Penerapan atau aplikasi (application)
            Untuk penerapan atau aplikasi ini siswa dituntut memiliki kemampuan untuk menyeleksi atau memilih suatu abstrasi tertentu (konsep, hukum, dalil, aturan, gagasan, cara) secara tepat untuk diterapkan dal situasi baru dan menerapkannya secara benar.
Contoh:
Untuk menyelesaikan hitungan ini
51 x 40 = n
Maka paling tepat kita gunakan adalah
a.       hukum asosiatif,
b.      hukum komutatif,
c.       hukum distributif.
4)      Analisis (analysis)
Dalam tugas analisi ini siswa diminta untuk menganalisi suatu hubungan atau situasi yang kompleks atas konsep-konsep dasar.
Contoh :
Siswa disuruh menerangkan apa sebab pada waktu mendung dan ada angin kencang tidak segera turun hujan.
5)      Sintesis (synthesis)
            Apabila penyusun soal  tes bermaksud meminta siswa melakukan sintesis maka pertanyaan-pertanyaan disusun sedemikian rupa sehingga meminta siswa untuk menggabungkan atau menyusun kembali (reorganize) hal-hal yang spesifik agar dapat mengembangkan suatu struktur baru. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa dengan soal sintesis ini siswa diminta untuk melakukan generalisai.
Contoh:
“Dengan mengetahui situasi daerah dan milik dalam hal kekayaan bahan mentah serta semangat penduduk di suatu daerah yang kini dapat berkembang pesat menjadi kota pelabuhan yang besar maka kota-kota kecil di tepi pantai mana mempunyai potensi untuk menjadi sebuah kota pelabuhan yang besar?”
6)      Evaluasi (evaluation)
            Apabila menyusun soal bermaksud untuk mengetahui sejauh mana siswa mampu menerapkan pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki untuk menilai sesuatu kasus yang diajukan oleh penyusun soal.
            Mengadakan evaluasi dalam pengukuran aspek kognitif ini tidak sama dengan mengevaluasi dalam pengukuran aspek afektif. Mengevaluasi dalam pengukuran aspek afektif menyangkut masalah “benar/salah” yang didasarkan atas dalil, hukum, prinsip pengetahuan, sedangkan mengevaluasi dalam aspek afektif menyangkut masalah “baik/buruk” berdasarkan nilai atau norma yang diakui oleh subjek yang bersangkutan.
            Sejak tahun 1983 istilah “aspek” ini lebih populer dengan istilah baru yakni “ranah“. Untuk ranah kognitif, Bloom menemukan adanya tingkatan-tingkatan ranah kognitif, Bloom menemukan adanya tingkatan-tingkatan ranah, tersusun dalam urutan meningkat (hierarki) yang sifatnya linear. Namun dari beberapa studi lanjutan yang dilakukan oleh ahli-ahli  lain antara lain Madaus diketemukan bahwa ranah-ranah yang lebih tinggi yakni analisis, sintesis, dan evaluasi, terletak pada garis horizontal dan terlihat sebagai cabang.
Beberapa aspek kejiwaan yang telah disebutkan, sebagian hanya cocok diterapkan di Sekolah Dasar (Ingatan, Pemahaman, dan Aplikasi), sedangkan analisis dan sintesis baru dapat dilatihkan di SLTP, SMU, dan Perguruan Tinggi secara bertahap. Dengan urutan yang ada, memang menu njukkan usaha yang makin ke bawah nakin berat. sebagai contoh, untuk melakukan pemahaman, siswa harus terlebih dahulu dapat mengingat atau mengenal kembali. Dan pemahaman, memang dibtuhkan unsur mengenal atau mengingat kembali.
b.      Ranah afektif (affective domain)
Pandangan atau pendapat (opinion)
            Apabila guru mau mengukur aspek afektif yang berhubungan dengan pandangan siswa maka pertanyaan yang disusun menghendaki respons yang melibatkan ekspresi, perasaan atau pendapat pribadi siswa terhadap hal-hal yang relatif sederhana tetapi bukan fakta.
contoh:
“Bagaimanakah pendapat anda tentamg keputusan yang diambil oleh Bapak Lurah dalam situasi di atas? Bagaimana tindakan Anda jika seandainya yang menjadi lurah itu anda?”
Sikap atau nilai (attitude, value)
Dalam penilaian afektif tentang sikap ini, siswa ditanya mengenai responnya yang melibatkan sikap atau nilai telah mendalam di sanubarinya, dan guru meminta dia untuk mempertahankan pendapatnya.
Contoh :
“Bagaimanakah pendapat Anda seandainya semua penjahat yang merugikan masyarakat dan negara, baik yang proletar maupun yang elite diberi hukuman mati saja? Mengapa pendapat anda demikian?”
c.       Ranah psikomotor (psychomotor domain)
            Perkataan psikomotor berhubungan dengan kata “motor, sensory-motor atau perceptual-motor”. Jadi, ranah psikomotor berhubungan erat dengan kerja otot sehingga menyebabkan geraknya tubuh atau bagian-bagiannya. Yang termasuk ke dalam klasifikasi gerak di sini mulai dari gerak yang paling sederhana yaitu melipat kertas sampai dengan merakit suku cadang televisi serta komputer. Secara mendasar perlu dibedakan antara dua hal yaitu keterampilan (skills) dan kemampuan (abilities).
contoh:
“Seberapa terampilan para siswa menyiapkan alat-alat”
“Seberapa keterampilan para siswa menggunakan alat-alat”
            Taksonomi untuk ranah psikomotorik antara lain dikemukakan oleh Anita Harrow (Arikunto, 2009). Menurut Harrow kebanyakan para guru tidak dapat menuntut pencapaian 100 dari tujuan yang dirumuskan kecuali hanya berharap bahwa keterampilan yang dicapai oleh siswa-siswanya akan sangat mendukung mempelajari keterampilan lanjutan atau gerakan-gerakan yang lebih kompleks sifatnya. Selain yang telah dikemukakan tersebut, Harrow juga memberikan saran mengenai bagaimana melakukan pengukuran terhadap ranah psikomotor ini. Menurutnya, penentuan kriteria untuk mengukur keterampilan siswa harus dilakukan dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 30 menit. kurang dari waktu tersebut diperkirakan para penilai belum dapat menangkap gambaran tentang pola keterampilan yang mencermikan kemampuan siswa.
            Garis besar taksonomi yang dikemukakan oleh Harrow (Arikunto, 2009) adalah sebagai berikut.
Tingkat
Uraian dan Contoh
1.     Gerakan refleks
(reflex movement)
1.1  Segmental reflexes
1.2  Intersegmental reflexes
1.3  Suprasegmental reflexes
Respons gerakan yang tidak disadari yang dimiliki sejak lahir
Kesemuanya berhubungan dengan gerakan-gerakan yang dikoordinasikan oleh otak dan bagian-bagian sumsum tulang belakang.
2.    Dasar gerakan-gerakan
(basic fundamental movement)
2.1  Locomotor movement



2.2  Nonlocomotor movement


2.3  Manipulative movements
Gerakan-gerakan yang menuntun kepada keterampilan yang sifatnya kompleks.

Gerakan-gerakan yang mendahului kemampuan berjalan (tengkurap, merangkak, tertatih-tatih, berjalan, lari, melompat, menggelinding, memanjat).
Gerakan-gerakan dinamis di dalam suatu ruangan yang tertumpu pada sesuatu sumbu tertentu.
Gerakan-gerakan yang terkoordinasikan seperti kegiatan bermain piano, menggambar, naik sepeda, mengetik dan sebagainya.
3.     Perceptual abilities

3.1    Kinethetic discrimination

3.1a Body awareness


3.1b Body image

3.1c Body relationship to surrounding objects in space
3.2  Visual discrimnation







3.3     Auditory disrimination

3.4     Tactile discrimination

3.5     Coordinated activities

Kombinasi  dari kemampuan kognitif dan gerakan.
Menyadari akan gerakan-gerakan tubuh seseorang.
Menyadari gerakan pada dua sisi tubuhnya, pada satu sisi, keberat sebelahan dan keseimbangan.
Perasaan-perasaan tentang adanya gerakan yang berhubungan dengan badannya sendiri.
Konsep tentang arah dan kesadaran badan dalam hubungan dengan lingkungan ruang sekitar.
Visual acuity  (kemampuan membedakan bentuk dan bagian), visual tracking (kemampuan mengikuti objek), visual memory (mengingat kembali pengalaman visual), figureground differentiation (membedakan figure yang dominan di antara latar belakang yang kabur), dan consistency (pengalaman konsep visual).
Meliputi auditory acuity, auditory tracking, auditory memory
Kemampuan untuk membedakan dengan sentuhan.
Koordinasi mata dengan tangan dan mata dengan kaki.
4        Physical abilities


4.1  Ketahanan (Endurance)

4.2  Kekuatan (Strength)

4.3  Flexibility
4.4  Kecerdasan otak (Agility)
Kemampuan yang diperlukan untuk mengembangkan gerakan-gerakan keterampilan tingkat tinggi.
Kemampuan untuk melanjutkan aktivitas, termasuk ketahanan otot dan denyut jantung.
Kemampuan untuk menggunakan otot untuk mengadakan perlawanan.
Rentangan gerakan dan sendi.
Kemampuan untuk bergerak cepat termasuk kemampuan untuk mengubah arah, memulai atau berhenti, mengurangi waktu tenggang antara reaksi dan respins (tampak dalam kecekatan), dan meningkatkan dexterity (meningkatkan ketangkasan = deftness).
5        Skilled movements


5.1  Simple adaptive skills

5.2  Compound adaptive skills

5.3  Complex adaptive skills

Gerakan-gerakan yang memerlukan belajar misalnya keterampilan dalam menari, olahraga, dan rekreasi.
Setiap adaptasi yang berhubungan dengan dasar gerakan dasar nomor 2.2
Gerakan kombinasi untuk menggunakan alat-alat seperti raket, parang, dan sebagainya.
Menguasai mekanisme seluruh tubuh seperti dalam senam (gymnastic).
6        Nondiscoursive communication

6.1  Expressive movements


6.2  Interpretive movements
Kemampuan untuk berkomunikasi dengan menggunakan gerakan misalnya ekspresi wajah (mimik), postur, dan sebagainya.
Gerakan-gerakan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti sikap dan gerakan tubuh, isyarat, ekspresi wajah
Gerakan sebagai bagian dari bentuk seni termasuk gerakan elastis, gerakan-gerakan kreatif (improvisasi) dan sebagainya.

B.     Aspek-aspek Penilaian
Dalam Sudijono (2006) disebutkan bahwa salah satu prinsip dasar yang harus senantiasa diperhatikan dan dipegangi dalam rangka evaluasi hasil belajar adalah prinsip kebulatan, dengan prinsip mana evaluator dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar dituntut untuk mengevaluasi secara menyeluruh terhadap peserta didik baik dari segi pemahamannya terhadap materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan (aspek kognitif), maupun dari segi penghayatan (aspek afektif) dan pengalamannya (aspek psikomotor).
1.      Aspek Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom (Sudijono, 2006), segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam jenjang proses  berpikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. keenam jenjang dimaksud adalah: (1) pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge), (2) pemahaman (comprehension), (3) penerapan (application), (4) Analisis (analysis), (5) Sintesis (synthesis) dan (6) penilaian (evaluation).
Pengetahuan (knowledge) adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya. Pengetahuan atau ingatan ini adalah merupakan proses berpikir yang paling rendah.
Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.
Penerapan atau aplikasi (application) adalah kesangggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. Aplikasi atau penerapan ini merupakan proses berpikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman
Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor yang lainnya. jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi.
Sintesis (synthesis) adalah kemampuan berpikir yang merupakan kebalikan dari proses berpikir analisis. Sintesis merupakan suatu proses memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang berstruktur atau berbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang analisis.
Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation) adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif menurut Taksonomi Bloom. Penilaian atau evaluasi di sini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai atau ide, misalnya jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan, maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik, sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.
Keenam jenjang berpikir pada ranah kognitif ini bersifat kontinum dan overlap (tumpang tindih), di mana ranah yang lebih tinggi meliputi semua ranah yang ada dibawahnya.
2.      Aspek Non Kognitif
a.      Ranah Afektif
Menurut David R. Krathwohl (Sudijono, 2006), ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Ranah afektif ini oleh Krathwohl (Sudijono, 2006) dan kawan-kawan ditaksonomi menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang yaitu: (1) receiving, (2) responding, (3) valuing, (4) organization, dan (5) characterization by a value or value complex.
Receiving atau attending (menerima atau memperhatikan) adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar. Receiving atau attenting juga sering diberi pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu obyek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri ke dalam nilai itu atau mengidentikkan diri dengan nilai itu. Contoh hasil belajar afektif jenjang receiving misalnya, peserta didik menyadari bahwa disiplin wajib ditegakkan, sifat malas dan tidak berdisiplin harus disingkirkan jauh-jauh.
Responding (menanggapi) mengandung arti adanya partisipasi aktif. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Jenjang ini setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang receiving. Contoh hasil belajar afektif jenjang responding misalnya, peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajari lebih jauh atau menggali lebih dalam lagi mengenai kedisiplinan.
Valuing (menilai atau menghargai) artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing merupakan tingkatan afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding. Dalam kaitan dengan proses belajar mengajar, peserta didik di sini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan telah mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian. Nilai itu telah mulai dicamkan (internalized) dalam dirinya. Dengan demikian maka nilai tersebut telah stabil dalam diri peserta didik. Contoh hasil belajar afektif jenjang valuing misalnya, tumbuhnya kemauan yang kuat pada diri peserta didik untuk berlaku disiplin, baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Organization (mengatur atau mengorganisasikan) artinya mempertemukan oerbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang lebih universal, yang membawa kepada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk di dalamnya hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Contoh hasil belajar afektif jenjang organization misalnya, peserta didik mendukung penegakan disiplin nasional. Mengatur atau mengorganisasikan ini merupakan jenjang sikap atau nilai yang lebih tinggi lagi ketimbang receiving, responding, dan valuing.
Characterization by a Value or Value Complex (karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai) yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Di sini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalam suatu hierarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan tingkatan afektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki philosophy of life yang mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang cukup lama, sehingga membentuk karakteristik “pola hidup”; tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat diramalkan. Contoh hasil belajar afektif pada jenjang ini adalah siswa telah memiliki kebulatan sikap wujudnya peserta didik menjadikan perintah Tuhan sebagai pegangan hidupnya dalam hal yang menyangkut kedisiplinan, baik kedisiplinan di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
b.      Ranah Psikomotor
Menurut Sudijono (2006), ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson (Sudijono, 2006) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam kecenderungan-kecenderungan untuk berperilaku). Hasil belajar kognitif dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektifnya.

DAFTAR PUSTAKA

----. Permendiknas No. 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Guruan. Jakarta: Depdiknas

Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Koyan, Wayan. 2011. Asesmen dalam Pendidikan. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Press.

Rasyid, Harun dan Mansur. 2007. Penilaian Hasil Belajar. Bandung: CV. Wacana Prima.

Sudijono, Anas. 2006. Pengantar Evalusi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.


1 comment: