Menurut Hallahan &
Kauffman (dalam Effendi, 2006:115), secara umum karakteristik kelainan anak
yang dikategorikan sebagai penyandang tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi
anak tunadaksa ortopedi (orthopedically
handicapped) dan anak tunadaksa saraf (neurologically
handicapped).
Menurut
Heward & Orlansky (dalam Effendi, 2006:115), anak tunadaksa ortopedi (orthopedically handicapped) ialah anak
tunadaksa yang mengalami kelainan, kecacatan, ketunaan tertentu pada bagian
tulang, otot tubuh, ataupun daerah persendian baik yang dibawa sejak lahir (congenital)
maupun yang diperoleh kemudian (karena penyakit atau kecelakaan) sehingga
mengakibatkan terganggunya fungsi tubuh secara normal. Menurut ilmu kedokteran,
untuk menetapkan siapa-siapa yang cacat (tunadaksa) dan perlu diberikan
pertolongan rehabilitasi jika mempunyai kelainan pada tubuh yang sifatnya
menetap dan tidak akan berubah dalam waktu 6 bulan.
Penggolongan anak tunadaksa
dalam kelompok kelainan sistem otot dan rangka adalah sebagai berikut.
a. Poliomyelitis
Poliomyelitis merupakan suatu infeksi pada
sumsum tulang belakang yang disebabkan oleh virus polio yang mengakibatkan
kelumpuhan dan bersifat menetap. Dilihat dari sel-sel motorik yang rusak,
kelumpuhan anak polio dibedakan menjadi sebagai berikut.
1)
Tipe
spinal yaitu kelumpuhan pada otot leher, sekat dada, tangan dan kaki
2)
Tipe
bulbair yaitu kelumpuhan fungsi motorik pada satu atau lebih saraf tepi dengan
ditandai adanya gangguan pernafasan
3)
Tipe
bulbispinalis yaitu gabungan antara tipe spinal dan bulbair
4)
Encephalitis
yang biasa disertai dengan demam, kesadaran menurun, tremor, dan kadang-kadang
kejang.
Kelumpuhan pada polio
bersifat layu dan biasanya tidak menyebabkan gangguan kecerdasan atau alat
indra. Akibat yang disebabkan oleh penyakit ini adalah otot menjadi kecil (atropi) karena kerusakan sel saraf, adanya
kekakuan sendi (kontraktur), pemendekan anggota gerak, tulang belakang
melengkung kesalah satu sisi seperti huruf S (Scoliosis), kelainan telapak kaki yang membengkok keluar atau
kedalam,dislokasi (sendi yang ke luar dari dudukannya), lutut melenting ke
belakang (genu recorvatum).
b. Muscle dystrophy
Merupakan jenis penyakit yang
mengakibatkan otot tidak berkembang karena mengalami kelumpuhan yang bersifat
progresif dan simetris. Penyakit ini ada hubungannya dengan keturunan.
c. Spina bifida
Merupakan jenis kelainan pada
tulang belakang yang ditandai dengan terbukanya satu tiga ruas tulang belakang
dan tidak tertutupnya kembali selama proses perkembangan. Akibatnya fungsi
jaringan saraf terganggu dan dapat mengakibatkan kelumpuhan, hydrocephalus,
yaitu pembesaran pada kepala karena produksi cairan yang berlebihan. Biasanya
kasus ini disertai dengan ketunagrahitaan.
Menurut Suroyo (dalam
Effendi, 2006:116), berdasarkan insiden terjadinya ketunadaksaan ortopedi,
dasar pemberian pertolongan rehabilitasi, dan usaha penempatan kerja, penderita
tunadaksa dapat diklasifikasikan menjadi ketunadaksaan karena suatu peperangan,
ketunadaksaan karena kecelakaan dalam suatu pekerjaan, ketunadaksaan karena
kecelakaan lalu lintas, ketunadaksaan karena penyakit, serta ketunadaksaan yang
didapat sejak lahir.
Menurut Heward & Orlansky
(dalam Effendi, 2006:116), anak tunadaksa saraf (neurologically handicapped)
yaitu anak tunadaksa yang mengalami kelainan akibat gangguan pada susunan saraf
di otak. Otak sebagai pengontrol tubuh memiliki sejumlah saraf yang menjadi
pengendali mekanisme tubuh sehingga jika otak mengalami kelainan, sesuatu akan
terjadi pada organisme fisik, emosi, dan mental. Luka pada bagian tertentu,
efeknya penderita akan mengalami gangguan dalam perkembangan, mungkin akan
berakibat ketidakmampuan dalam melaksanakan berbagai bentuk kegiatan.
Menurut Kirk (dalam Effendi,
2006:118), luka pada bagian otak tertentu efeknya penderita akan mengalami
gangguan dalam perkembangan, mungkin akan berakibat ketidakmampuan dalam
melaksanakan berbagai bentuk kegiatan. Salah satu bentuk kelainan yang terjadi
pada fungsi otak dapat dilihat pada anak cerebral
palsy (CP). Cerebral palsy yang
berasal dari kata cerebral yang
artinya otak, dan palsy yang
mempunyai arti ketidakmampuan atau gangguan motorik. Jadi cerebral palsy memiliki pengertian lengkap yakni gangguan aspek
motorik yang disebabkan oleh disfungsinya otak.
Pengertian selengkapnya dapat
dikutip dari The United Cerebral Palsy
Association, cerebral palsy menyangkut
gambaran klinis yang diakibatkan oleh luka pada otak, terutama pada komponen
yang menjadi penghalang dalam gerak sehingga keadaan anak yang dikategorikan cerebral palsy dapat digambarkan sebagai
kondisi semenjak kanak-kanak dengan kondisi nyata, seperti lumpuh, lemah, tidak
adanya koordinasi atau penyimpangan fungsi gerak yang disebabkan oleh patologi
pusat control gerak di otak.
Dengan terganggunya fungsi
motorik, sebagaimana yang dialami anak penderita cerebral palsy, rentetan kesulitan berikutnya kemungkinan dapat
mempengaruhi kesulitan belajar, masalah-masalah kejiwaan, kelainan sensoris,
kejang-kejang, maupun penyimpangan perilaku yang bersumber pada fungsi organ
tubuhnya. Dalam banyak kasus, luka atau gangguan yang terjadi pada otak atau
bagian-bagiannya baik yang didapat sebelum, selama, maupun sesudah kelahiran
dapat menyebabkan gangguan pada mental, kekacauan bahasa (aphasia),
ketidakmampuan membaca (disleksia), ketidakmampuan menulis (agrafia),
ketidakmampuan memahami kata-kata (word deafness), ketidakmampuan
berbicara (speech defect), ketidakmampuan berhitung (akalkuli),
dan berbagai bentuk gangguan gerak lainnya.
Cerebral palsy menurut derajat kecacatannya
diklasifikasikan menjadi: (1) ringan, ciri-cirinya yaitu dapat berjalan tanpa
alat bantu, bicara jelas, dan dapat menolong diri sendiri; (2) sedang, ciri-cirinya
Membutuhkan bantuan untuk latihan bicara, berjalan, dan mengurus diri; (3) berat,
ciri-cirinya membutuhkan perawatan tetap dalam ambulansi, bicara, dan menolong
diri.
Menurut Hallahan &
Kaufman dalam Efendi (2006:119) dilihat dari manifestasi yang tampak pada
aktivitas motorik, anak cerebral palsy dapat dikelompokkan menjadi lima
kelompok.
a. Spasticity
Ciri-cirinya terdapat
kekakuan pada sebagian atau seluruh ototnya hal ini disebabkan oleh kondisi
anak yang mengalami spasticity
terjadi karena lapisan luar otak (khususnya lapisan motor) bidang piramida dan
beberapa kemungkinan bidang ekstra piramida yang berhubungan dengan
pengontrolan gerakan sadar tidak berfungsi sempurna. Daerah tertentu pada otak
dapat menimbulkan gerakan tertentu, kontraksi, atau rangsangan. Faktor yang
menyebabkan terjadinya kondisi tersebut disebut supresor. Apabila ada salah
satu supresor ini masuk, maka akan terjadi suatu desakan, akibatnya otot akan
berada dalam kondisi tegang dan kejang.
Ketika kondisi otot kejang
keseimbangan akan hilang, gerakan yang muncul menjadi tidak harmonis, tidak
terkontrol, dan kontraksi otot tidak teratur sehingga gerakan yang tampak
seperti suatu hentakan. Beberapa kelompok otot yang dapat dipengaruhi oleh kelumpuhan
jenis ini antara lain monoplegia yaitu jika salah satu anggota badan mengalami kekejangan, hemiplegia
artinya jika
salah satu dari anggota tubuh seperti kaki dan tangan mengalami kekejangan, triplegia
yaitu jika tiga di
antara anggota tubuh, seperti dua kaki dan satu tangan mengalami kekejangan, paraplegia yaitu jika kekejangan itu terjadi
pada kedua kaki, dan quadriplegia yaitu kekejangan yang muncul pada
keempat anggota tubuh, sebagian kadang-kadang di kepala dan anggota tubuh
lainnya.
Karakteristik lain dari spasticity ini adalah penderita
menunjukkan hypertomicity seperti
tegangan otot yang berlebihan atau kontraksi getaran sewaktu otot-otot
beristirahat. Distribusi frekuensi penderita spasticity sekitar 40-60% dari anak penderita cerebral palsy.
Menurut Delphie (2006:124),
pada kasus-kasus yang ringan anak yang mengalami spasticity bisa mengembangkan keseimbangan tangannya untuk sedikit
mengendalikan gaya berjalan. Pada kasus-kasus tingkat sedang, peserta didik
spastic dapat memegang lengan untuk diarahkan ke tubuhnya, membengkokkan
sikunya dengan membengkokkan tangannya, dengan kaki yang diputar secara
hati-hati pada lutut, dan menghasilkan jalan gaya gunting. Sedangkan pada
kasus-kasus tingkat berat mereka memiliki pengendalian yang lemah pada
tubuhnya, tidak mampu duduk, berdiri, atau berjalan tanpa bantuan alat penguat.
b. Athetosis
Penyebab athetosis
yaitu luka pada sistem ekstra piramida yang terletak pada otak depan maupun
tengah. Ekstra piramida menjembatani antara kegiatan otot dan kontrol gerak
secara otomatis seperti berjalan dan ekspresi wajah.
Anak yang menderita athetosis
tampak susah payah untuk berjalan, menggeliat-geliat, dan terhuyung-huyung (sempoyongan).
Gerakannya tidak berirama dan tidak mengikuti urutan yang wajar sehingga
perilakunya sering tidak terkontrol. Beberapa dari mereka begerak dengan cara
tidak wajar atau aneh. Meskipun penderita athetosis
mampu meletakkan tangan pada mulutnya, namun ketika melakukan gerakan ini
tampak berbagai bentuk gerakan yang tidak terkontrol dan ekstrem.
Dalam kondisi tidur,
penderita athetosis menggerakkan badannya seperti menggeliat tidak
tampak, namun gerakan ini akan muncul pada saat penderita dalam keadaan sadar.
Gerakan abnormal penderita athetosis
kian menghebat apabila disertai emosi yang tinggi pada dirinya. Karakteristik
dari penderita ini mengalami problem pada sejumlah besar tangan, bibir, lidah,
serta sejumlah kecil kaki. Populasi penderita athetosis diperkirakan sekitar 15-20% dari penderita cerebral
palsy.
c. Ataxia
Kondisi ataxia
disebabkan oleh luka pada otak kecil yang terletak di bagian belakang kepala (cerebellum)
yang bekerja sebagai pengontrol keseimbangan dan koordinasi pada kerja otot.
Anak yang menderita ataxia gerakannya tidak teratur, berjalan dengan
langkah yang tinggi dan dengan mudah menjatuhkannya. Terkadang matanya tidak
terkoordinasi, gerakannya seperti tersentak-sentak (nygtamus). Penderita
ataxia tidak terdeteksi ketika dilahirkan, namun ketika masa meraban dan
berjalan kondisi ini tampak jelas. Ataxia ada beberapa tingkatan mulai
dari yang ringan sampai yang sangat berat tergantung perluasan luka pada cerebellum.
d. Tremor dan Regidity
Tremor dan regidity mirip
dengan athetosis yaitu disebabkan oleh luka pada sistem ekstra piramida.
Kondisi ini muncul pada sebagian kecil anak penderita cerebral palsy. Tremor pada penderita cerebral palsy diketahui sejak dini, manakala terjadi perubahan fibrasi
tubuh secara alami tidak beraturan. Hal ini terjadi akibat gangguan
keseimbangan antara kelompok otot yang bekerja berlawanan. Dalam kondisi ini
anak masih dapat melakukan aktivitas sesuai dengan tujuannya, walaupun ada
beberapa hambatan jika dibandingkan dengan penderita spasticity atau athetosis.
Regidity merupakan interferensi
terhadap postural tone yang
disebabkan oleh resistensi otot-otot agonis
dan antagonis. Berbeda dengan anthetosis yang mana gerakannya lebih
bebas dan lebih sering berubah, sedangkan tremor
dan rigidity gerakannya terbatas
dan menurut irama tertentu serta agak lambat.
Menurut Delphie (2006:124),
pada tremor dan rigid umumnya mereka
mempunyai gangguan pada keseimbangan tubuh, disebabkan karena adanya kelainan
pada postural dan akibat hambatan otot yang berlawanan.
e. Tipe Campuran
Pada kasus-kasus tertentu
terdapat penderita yang kondisinya menunjukkan perpaduan di antara jenis-jenis cerebral
palsy. Contohnya penderita cerebral palsy yang
diidentifikasikan dalam ciri spasticity tampak pula ciri athetosis
dan ataxia, atau spasticity dengan tremor atau rigidity,
atau bentuk kombinasi yang lain.
No comments:
Post a Comment